Ruwe Khan Jadi Isa, Persembahan Seni Lintas Identitas Budaya

ADVERTORIAL — Upaya pelestarian budaya lokal kembali diperlihatkan melalui panggung Road to East Borneo International Folklore Festival (EBBIF) 2025, saat Sanggar Seni Tari Budaya (SSTB) Krawan Bakena Takam dari Desa Lebaq Cilong memukau penonton dengan karya kolaboratif berjudul Ruwe Khan Jadi Isa. Penampilan ini menandai semangat baru dalam menjalin kebersamaan dua etnis besar di Kalimantan Timur, Dayak dan Kutai.

Tarian berdurasi 15 menit tersebut menjadi simbol konkret dari integrasi budaya dalam satu ruang ekspresi. Mengusung makna “dua khas menjadi satu”, judul Ruwe Khan Jadi Isa berasal dari gabungan bahasa Dayak “Ruwe Khan” dan Kutai “Jadi Isa”, memperlihatkan niat untuk menyatukan keragaman melalui pendekatan seni yang otentik.

Koreografi tarian ini memadukan gerakan khas Dayak yang kuat dan ritmis dengan kelembutan serta keanggunan tari Jepen Kutai. Komposisi gerak yang disusun rapi oleh sanggar dihidupkan oleh sepuluh penari, yang terdiri dari sembilan perempuan dan satu laki-laki. Tak hanya pada gerak, semangat kolaborasi juga hadir dalam busana dan properti yang dikenakan, menggambarkan identitas dua suku yang telah lama hidup berdampingan di wilayah Kutai Kartanegara.

Pelatih SSTB Krawan, Rekang, menjelaskan bahwa konsep tari ini lahir dari keinginan untuk merespons minimnya eksplorasi lintas budaya di pentas seni lokal. “Kami ingin membuktikan bahwa dua budaya yang berbeda bisa disatukan dalam karya yang saling melengkapi. Seni adalah ruang tanpa batas,” ujar Rekang usai pertunjukan di Simpang Odah Etam (SOE), Sabtu malam (07/06/2025).

Menariknya, persiapan yang dilakukan tidak memerlukan waktu panjang. Dengan latihan rutin mingguan, para penari hanya membutuhkan tiga kali pertemuan intensif untuk menyempurnakan pertunjukan menjelang malam kurasi. “Konsistensi latihan menjadi kunci kami. Anak-anak sudah terbiasa, jadi lebih siap meski persiapan mendadak,” jelasnya.

Sambutan positif datang dari Kepala Bidang Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata Kutai Kartanegara, Zikri Umulda. Ia mengapresiasi keberanian sanggar dalam menggabungkan dua kebudayaan besar menjadi satu narasi yang kuat. “Tari Ruwe Khan Jadi Isa memberikan pendekatan baru dalam menyampaikan semangat kebudayaan Kutai. Ini bukan sekadar kolaborasi gerak, tapi pesan simbolik bahwa perbedaan bisa dirangkul dan dijadikan kekuatan. Kami sangat mengapresiasi upaya seperti ini,” katanya.

Tarian ini menjadi bagian dari kurasi menuju panggung utama EBBIF yang dijadwalkan berlangsung pada 24–29 Juli 2025 di Samarinda. SSTB Krawan telah membuktikan bahwa kolaborasi lintas budaya bukan hanya mungkin dilakukan, tetapi juga dapat memberikan dampak positif dalam penguatan identitas daerah.[]

Penulis: Suryono | Penyunting: Aulia Setyaningrum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *