Sabintulung Lestarikan Sejarah Kutai Lewat Erau Adat Benua Tuha

ADVERTORIAL – Pembukaan Erau Adat Benua Tuha 2025 di Desa Sabintulung, Kecamatan Muara Kaman, berlangsung meriah sekaligus penuh nuansa spiritual pada Sabtu (26/07/2025). Acara adat yang menjadi kebanggaan masyarakat setempat ini dihadiri sejumlah tokoh penting, termasuk Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Kartanegara (Kukar) Kamarur Zaman, atau yang akrab dikenal dengan sapaan Mon, yang datang mewakili Ketua DPRD Kukar.
Sejak pagi, warga Sabintulung menyambut hangat kedatangan para tamu undangan. Selain Mon, tampak hadir Staf Ahli Gubernur Kalimantan Timur, perwakilan Bupati Kukar, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kukar Thauhid Afrilian Noor, Camat Muara Kaman Hj. Berliang, unsur Forkopimcam, tokoh adat, kepala desa, hingga pimpinan perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut.
Kehadiran Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, Sultan Aji Muhammad Arifin, bersama kerabat kesultanan, menjadi momen istimewa dalam upacara pembukaan. Sultan disambut melalui prosesi adat “Beluluh”, ritual penyucian yang dipercaya memberi perlindungan serta membawa keberkahan bagi masyarakat Kutai sebelum festival dimulai.
Usai mengikuti rangkaian acara, Mon yang juga putra asli Muara Kaman dan kini duduk di Komisi II DPRD Kukar—mengungkapkan kebanggaannya terhadap masyarakat Sabintulung yang tetap memelihara warisan leluhur. “Saya sangat mengapresiasi pelaksanaan Erau di Sabintulung. Ini bukan hanya soal tradisi, tetapi juga mempererat silaturahmi antara kesultanan, pemerintah, masyarakat, dan berbagai suku. Di tengah era digital seperti sekarang, kita perlu terus mempertahankan adat dan budaya kita sebagai kekayaan bangsa,” ujarnya.
Menurut Mon, Erau Adat Benua Tuha memiliki ciri khas berbeda dari festival serupa di Tenggarong. Jika di ibu kota kabupaten lebih menonjolkan seni dan pertunjukan skala besar, maka di Sabintulung penekanannya ada pada kekhidmatan upacara adat serta makna spiritual yang diwariskan turun-temurun.
Sabintulung sendiri dikenal sebagai salah satu wilayah sakral yang menyimpan sejarah panjang Kerajaan Kutai. Pada masa lalu, daerah ini menjadi tempat rakyat menyampaikan hasil bumi sebagai bentuk hormat dan kesetiaan kepada sultan. “Pada prinsipnya, Erau Adat Benua Tuha adalah bentuk pesta rakyat yang bersifat spiritual dan sosial. Tradisi ini dimaknai sebagai persembahan kepada arwah para raja dan sesepuh Kerajaan Kutai, sekaligus menjadi sarana hiburan dan perekat sosial bagi masyarakat,” tambah Mon.
Dengan kehadiran pejabat, tokoh adat, dan masyarakat umum, penyelenggaraan Erau Adat Benua Tuha tahun ini semakin menegaskan pentingnya harmoni antara adat, agama, dan pemerintahan dalam menjaga warisan budaya di Kutai Kartanegara.[]
Penulis: Suryono | Penyunting: Aulia Setyaningrum