Santri di Lombok Tengah Tewas Usai Diduga Dipukul Teman Asrama

LOMBOK TENGAH — Kematian seorang santri berinisial HM (13) di salah satu pondok pesantren (ponpes) di Desa Mertak Tombok, Kecamatan Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, menyisakan duka sekaligus tanda tanya besar bagi pihak keluarga.
Santri kelas VII MTs asal Desa Persiapan Mentokok, Kecamatan Praya Barat, itu mengembuskan napas terakhir setelah menjalani perawatan intensif hampir dua pekan di RSUD Praya akibat koma.
Pihak keluarga menyatakan belum mengetahui secara pasti kronologi peristiwa yang menimpa HM.
Namun, sebelum tak sadarkan diri, korban sempat menyampaikan bahwa dirinya mengalami pemukulan dari sesama santri di asrama.
“Benar (korban meninggal dunia). Kemarin siang dimakamkan di pemakaman umum,” ujar GH, salah seorang anggota keluarga, kepada detikBali, Sabtu (23/8/2025).
GH menuturkan, dirinya yang setia mendampingi HM selama perawatan di rumah sakit pun tidak memperoleh keterangan lengkap mengenai apa yang sebenarnya terjadi.
“Kalau kejadiannya kita di keluarga itu tidak tahu. Tapi saat dirawat di rumah sakit itu saya yang temani dia di rumah sakit,” ungkapnya.
Keterangan singkat yang sempat diucapkan korban hanya menyebut adanya dugaan pemukulan. Sayangnya, kondisi kesehatan HM terus menurun hingga akhirnya koma.
“Katanya sih dipukul sama temannya. Kalau itu sih saya kurang tahu apakah dipukul atau berkelahi. Kata ibunya sih dipukul,” tambah GH.
Korban hanya sempat sadar pada hari pertama dirawat. Setelah itu, kondisinya memburuk hingga tidak sadarkan diri dalam jangka waktu hampir dua minggu.
“Kalau nggak salah itu hampir dua minggu (koma),” beber GH.
Keluarga mengakui belum sempat mengetahui jumlah pelaku yang diduga terlibat. Mereka hanya menunggu HM sadar untuk memperoleh pengakuan langsung, namun takdir berkata lain.
“Kalau berapa orang yang pukul kita tidak tau, soalnya kan kita nunggu anak ini sadar untuk meminta pengakuan sebenarnya seperti apa. Tapi Allah berkehendak lain. Kita bisa berbuat apa-apa,” ucap GH.
Meski mengikhlaskan kepergian HM, keluarga menekankan pentingnya penegakan hukum. Akan tetapi, mereka menolak dilakukan autopsi terhadap jenazah karena alasan keyakinan dan pertimbangan pribadi.
“Gini, karena orang tuanya itu takut kalau autopsi itu anaknya akan dibedah makanya orang tuanya tidak mau. Tapi kalau masalah proses hukum sih keluarga mendukung,” jelas GH.
GH menambahkan, pihak ponpes telah beberapa kali menjenguk korban, bahkan hingga saat prosesi pemakaman.
Namun, kunjungan tersebut tidak lepas dari perdebatan dengan keluarga terkait tanggung jawab pengurus pesantren.
“Tadi pas melayat pagi. Pihak pondok datang. Di sana sempat ada debat antara kadus di rumah dengan pihak pondok. Masalah kasus ini, tentang tanggungjawab pondok. Itu diomongin, itu juga berlangsung cukup lama bahkan sampai siang,” pungkas GH.
Di sisi lain, aparat kepolisian menegaskan penyelidikan tetap berjalan meskipun keluarga menolak autopsi.
Kapolres Lombok Tengah AKBP Eko Yusmiarto menyampaikan bahwa pihaknya akan memanggil sejumlah saksi, termasuk pimpinan ponpes dan rekan-rekan korban.
“Kami akan dalami dan periksa saksi-saksi. Tapi untuk penetapan tersangka dan lainnya belum dulu,” kata Eko.
Eko menambahkan, penolakan autopsi sedikit menghambat proses pengungkapan sebab medis, tetapi kepolisian berkomitmen tetap memeriksa seluruh pihak yang terkait.
“Keluarga minta untuk tidak melakukan autopsi dan sudah mengikhlaskan. Tapi tetap kami akan melakukan pemeriksaan terhadap ustaz atau teman-temannya,” tegasnya.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena berkaitan dengan keselamatan santri di lingkungan ponpes.
Masyarakat berharap penyelidikan berjalan transparan demi keadilan bagi korban dan keluarganya. []
Nur Quratul Nabila A