‘Sarang Tawon’ Digerebek: Tiga Tersangka Tertangkap Menjajakan Obat Terlarang ke Komunitas Sesama Jenis
JAKARTA – Ada-ada saja kejahatan peredaran gelap obat-obat terlarang. Bukan saja narkotika dan sejenisnya, tetapi berupa bisnis obat-obat untuk perangsang sesama jenis. Hal ini sebagaimana diungkap Dittipidnarkoba Bareskrim Polri dengan menangkap tiga orang pelakunya berinisial RCL, P, dan MS.
Direktur Tindak Pidana Narkoba (Dirtipidnarkoba) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Mukti Juharsa mengatakan seperti dilansir PMJNews, menyatakan dalam pengungkapan itu juga menyita ratusan botol dan kotak obat yang kerap disebut dengan Poppers.
“Yang kedua bahan berbahaya, atau dikenal dengan obat perangsang, yang berhasil kita ungkap sebanyak 959 botol dan 710 kotak,” ujar Mukti dalam konferensi pers di Mabes Polri, Senin (22/7/2024).
“Obat perangsang ini digunakan oleh kelompok tertentu, untuk melakukan hubungan seksual,” sambungnya.
Sementara Kasubdit III Dittipidnarkoba Bareskrim Polri, Kombes Pol Suhermanto menyebut kandungan yang terdapat di dalam Poppers, yakni isobutil nitrit, sudah dilarang oleh BPOM sejak Oktober 2021.
“Poppers ini obat perangsang yang digunakan kelompok tertentu untuk berhubungan seksual sesama jenis ya, dan sudah ada public warning dari BPOM tentang melarang produk berupa cairan dalam bentuk bahan kimia obat Isobutil nitrit,” jelas Suhermanto.
“Mengapa dilarang? Karena berbahaya bisa menyebabkan strok, serangan jantung bahkan bisa kematian,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Poppers yang didapat oleh tersangka RCL dengan mengimpor dari Cina, dan tersangka sudah mengedarkannya sejak tahun 2022. Tersangka lain berinisial MS dan P ditangkap oleh polisi di wilayah Banten.
“Kedua tersangka tersebut juga mendapatkan obat perangsang Poppers diimpor dari Cina. Kedua tersangka telah menjual Poppers sejak tahun 2022 dengan menggunakan media sosial Twitter dan aplikasi media sosial dengan nama ‘Hornet’ khusus komunitas LGBTQ,”tukasnya.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka peredaran Poppers tersebut dijerat dengan sangkaan Pasal 435 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara. []
Nur Quratul Nabila A