SDN 2 Sorongan di Hutan Rusak Parah, Siswa Belajar Satu Ruang
PANDEGLANG – Kondisi pendidikan dasar di wilayah pelosok kembali menjadi sorotan setelah laporan mengenai rusaknya fasilitas belajar di SDN 2 Sorongan, Pandeglang, mencuat. Sekolah yang berada di kawasan Perhutani di Kampung Batu Payung, Sorongan, Cibaliung, ini disebut berada dalam keadaan sangat memprihatinkan, jauh dari standar kelayakan bangunan sekolah.
Anggota DPRD Provinsi Banten, Rifky Hermiansyah, yang meninjau lokasi tersebut, mengungkapkan bahwa sekolah ini sejatinya memiliki dua unit: sekolah induk dan sekolah kelas jauh yang berada di dalam kawasan hutan Perhutani. Fasilitas yang rusak parah berada pada unit kelas jauh, yang menjadi satu-satunya tempat belajar bagi sekitar 22 siswa dari kelas satu hingga enam.
“Jumlah guru satu orang, Bapak Armani, telah mengabdi 17 tahun. Statusnya PPPK Kabupaten Pandeglang,” kata Rifky, Rabu (10/12/2025).
Keterbatasan tenaga pengajar hanyalah satu dari banyak persoalan yang muncul. Bangunan tempat belajar, yang sejak awal dibangun dari material kayu, kini sudah lapuk dan tak lagi mampu memberikan kenyamanan maupun keamanan bagi aktivitas belajar.
“SDN 2 Sorongan kelas jauh ini berdiri dalam kondisi yang sangat tidak layak. Bangunan sekolah terbuat dari kayu kini lapuk dimakan usia,” lanjutnya.
Menurut Rifky, kerusakan paling serius terlihat pada bagian atap. Hampir seluruh plafon sudah jebol, sementara kerangka atap menjadi rapuh dan mudah goyah. Ketika hujan turun, air mengalir langsung ke dalam ruangan.
“Saat hujan turun, air langsung mengguyur ruang kelas, memaksa kegiatan belajar mengajar berhenti total,” katanya.
Dengan fasilitas minim, seluruh siswa dari berbagai tingkat kelas terpaksa belajar dalam satu ruangan tanpa sekat. Mereka duduk berdesakan di lantai tanah, sementara meja dan kursi sebagian besar sudah tidak layak pakai.
“Ruang kelas hanya terdapat satu ruangan tanpa sekat untuk menampung siswa dari kelas satu sampai enam. Mereka belajar berdesakan, beralaskan tanah, dengan meja-kursi yang sudah rapuh,” ujarnya.
Selain bangunan kelas, fasilitas penunjang lain seperti MCK dan listrik juga tidak tersedia.
“Tidak tersedia fasilitas MCK yang layak bagi siswa maupun guru. Listrik di kelas pun belum tersedia,” katanya.
Meski kondisinya memprihatinkan, lokasi sekolah berada di titik yang paling memungkinkan dijangkau warga setempat yang tinggal di area Perhutani. Tidak ada sekolah lain dalam radius pemukiman tersebut.
“Itu sebenarnya hutan, tapi ada warga. Pekerja dari dulu, berdomisili di daerah itu,” kata Rifky.
Rifky menyebut persoalan legalitas lahan menjadi hambatan utama perbaikan gedung. Ia mengaku telah berkomunikasi dengan Gubernur Banten Andra Soni serta kementerian terkait untuk mencari solusi.
“Mengusulkan kepada Pemprov Banten untuk memfasilitasi dengan Perhutani agar status lahan sekolah dihibahkan,” katanya.
Ia menambahkan bahwa pihak Sekretariat Kabinet (Seskab) telah melakukan tinjauan lapangan dan perbaikan gedung disebut telah masuk dalam rencana.
“Sudah ada survei Batu Payung, survei lokasi SD kelas jauh, ada utusan dari Seskab,” katanya.
Di luar kerusakan bangunan, akses menuju sekolah juga memerlukan perhatian serius. Jalan tanah yang licin dan minim infrastruktur membuat mobilisasi siswa dan distribusi material pembangunan menjadi sulit.
“Agar distribusi material pembangunan dan akses siswa dapat berjalan lancar,” katanya, sembari menyebut kebutuhan pembangunan jembatan gantung dan pengerasan jalan. []
Siti Sholehah.
