Sengketa Lahan Parkir Berakhir Tragis di Lereng Batur

BALI – Suasana damai kawasan wisata di Kintamani mendadak mencekam setelah perkelahian berdarah pecah di Banjar Tabu, Desa Songan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Pertikaian antara dua kelompok warga yang diduga memperebutkan lahan parkir wisata berakhir tragis dengan dua orang tewas dan satu lainnya luka parah.
Pihak kepolisian telah mengamankan tiga orang yang diduga terlibat dalam peristiwa itu. Ketiganya berasal dari satu kubu yang disebut menjadi pihak penyerang. Mereka adalah I Ketut Arta (26), Jero Wage (40), dan Nyoman Berisi (32).
“Pelaku (dari kubu itu) sudah mengakui (perbuatannya). Makanya bisa diamankan kemarin. Tapi masih pengakuan sepihak sehingga butuh kepastian kedua belah pihak dulu. Kan satu korban masih dirawat, belum bisa diinterogasi,” ujar Kanit Reskrim Polsek Kintamani, Iptu I Ketut Sudarsana, Senin (13/10/2025).
Bentrokan tersebut menewaskan dua orang, yakni Jero Semadi (47) dan I Ketut Kartawan (50). Sementara satu korban lain, I Wayan Ruslan (53), mengalami luka serius dan saat ini masih menjalani perawatan intensif di RSUD Bangli.
Menurut keterangan pihak kepolisian, pelaku diduga menggunakan senjata tajam jenis katana, pedang khas Jepang, untuk menyerang lawannya. Barang bukti yang ditemukan di lokasi masih diperiksa oleh tim forensik.
“Itu diduga alat yang digunakan. Karena harus dicek darahnya dahulu melalui forensik. Biar pasti siapa tebas siapa,” kata Sudarsana.
Hingga kini, pihak kepolisian masih melakukan pendalaman terhadap motif utama dan kronologi lengkap kejadian tersebut. Namun, dugaan sementara mengarah pada perselisihan lahan parkir di kawasan wisata sunrise yang berada di sekitar lereng Gunung Batur.
Perbekel Desa Songan A, I Ketut Artawan, membenarkan bahwa peristiwa itu berawal dari sengketa lahan yang menjadi jalur keluar-masuk wisatawan. “Iya, merebutkan lahan parkir. Tempat itu dulunya dikelola kelompok. Saya dengar sempat tutup. Lagi sempat buka. Ini tempat untuk orang-orang melihat sunrise (matahari terbit) dan berada di sekitaran gunung. Tidak tahu persis pemilik lahannya. Mungkin, tanah yang dilewati (yang diributkan),” tutur Artawan.
Konflik perebutan lahan di daerah wisata seperti ini bukan kali pertama terjadi. Potensi ekonomi dari meningkatnya jumlah wisatawan sering kali memunculkan sengketa antarwarga, terutama di wilayah yang belum memiliki kejelasan kepemilikan tanah.
Pihak kepolisian berkomitmen menyelesaikan kasus ini dengan tuntas, tidak hanya untuk menegakkan hukum terhadap para pelaku, tetapi juga untuk mencegah konflik serupa di masa depan. Aparat desa dan tokoh masyarakat diharapkan ikut berperan dalam menjaga kondusivitas wilayah.
Peristiwa tragis di Songan menjadi peringatan bahwa potensi ekonomi wisata tidak seharusnya berubah menjadi pemicu pertumpahan darah, melainkan dimanfaatkan bersama demi kesejahteraan masyarakat sekitar. []
Siti Sholehah.