Separatis Yaman Tak Surut Usai Serangan Udara Arab Saudi
JAKARTA — Ketegangan politik dan militer di Yaman kembali meningkat setelah kelompok separatis Dewan Transisi Selatan (Southern Transitional Council/STC) menegaskan sikap tidak gentar menyusul serangan udara Arab Saudi yang menghantam posisi mereka. Serangan tersebut terjadi pada Jumat (26/12/2025) waktu setempat dan menjadi bagian dari eskalasi terbaru konflik di Yaman, yang telah berlangsung lebih dari satu dekade dan memicu krisis kemanusiaan berkepanjangan.
Kelompok separatis yang didukung Uni Emirat Arab itu tengah berupaya menghidupkan kembali negara Yaman Selatan, yang pernah berdiri sebagai negara merdeka sebelum penyatuan Yaman pada 1990. Dalam beberapa pekan terakhir, STC dilaporkan berhasil merebut dan menguasai sejumlah wilayah strategis, termasuk sebagian besar provinsi Hadramawt, wilayah terbesar di Yaman yang kaya sumber daya dan memiliki posisi geopolitik penting.
Arab Saudi, sebagai pendukung utama pemerintah Yaman yang diakui secara internasional, telah memperingatkan kelompok separatis tersebut agar mundur dari wilayah yang mereka kuasai. Namun, peringatan itu tampaknya tidak menyurutkan langkah STC. Menanggapi serangan udara Saudi, kelompok separatis justru menyampaikan pernyataan tegas bahwa tekanan militer tidak akan mengubah arah perjuangan mereka.
Kelompok separatis Dewan Transisi Selatan (STC) tersebut mengatakan serangan itu “tidak akan menghasilkan jalan pemahaman apa pun dan tidak akan menghalangi rakyat Selatan untuk terus bergerak maju menuju pemulihan hak-hak penuh mereka”.
Serangan udara Arab Saudi dilaporkan menyasar posisi STC di provinsi Hadramawt. Hingga saat ini, tidak ada laporan mengenai korban jiwa akibat serangan tersebut. Meski demikian, eskalasi ini menambah kekhawatiran internasional, mengingat konflik Yaman telah menyebabkan penderitaan besar bagi warga sipil dan menghancurkan infrastruktur negara itu selama bertahun-tahun.
Pasca-serangan, pemerintah Yaman secara terbuka mendesak koalisi pimpinan Arab Saudi untuk memberikan dukungan militer penuh kepada pasukan pemerintah di Hadramawt. Pemerintah menyatakan bahwa langkah tegas diperlukan untuk menahan laju kelompok separatis sekaligus menjaga stabilitas dan keselamatan warga sipil.
Pemerintah Yaman meminta koalisi untuk “mengambil semua tindakan militer yang diperlukan untuk melindungi warga sipil Yaman yang tidak bersalah di provinsi Hadramawt dan mendukung angkatan bersenjata” dalam upaya de-eskalasi konflik.
Di tengah ketegangan antara Arab Saudi dan Uni Emirat Arab—dua sekutu utama pemerintah Yaman yang kini berada di posisi berbeda terkait STC—Amerika Serikat mengambil sikap hati-hati. Washington menyerukan semua pihak untuk menahan diri dan mengutamakan jalur diplomasi.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Marco Rubio menyampaikan seruan tersebut dalam pernyataan resmi.
“Kami mendesak pengendalian diri dan diplomasi berkelanjutan, dengan tujuan mencapai solusi yang langgeng,” kata Rubio, seraya menambahkan bahwa Washington “berterima kasih atas kepemimpinan diplomatik” dari Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Upaya diplomatik juga terus dilakukan di balik layar. Seorang pejabat pemerintah Yaman yang berbasis di Riyadh mengatakan kepada AFP bahwa kepala dewan kepresidenan Yaman telah menggelar pertemuan dengan para duta besar negara-negara Barat serta menteri pertahanan Arab Saudi. Pemerintah Yaman juga mengirimkan utusan ke Aden untuk membujuk STC agar menarik pasukannya dari Hadramawt dan Mahra.
Awal bulan ini, delegasi militer gabungan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab turut mengunjungi Aden dengan tujuan serupa. Namun, hingga kini, upaya tersebut belum membuahkan hasil signifikan.
Jika jalur diplomasi gagal, Arab Saudi disebut telah memberi sinyal kemungkinan peningkatan tekanan militer, termasuk serangan udara lanjutan dan pengerahan pasukan Nation Shield untuk operasi darat. Situasi ini menegaskan betapa rapuhnya stabilitas Yaman, serta besarnya risiko konflik terbuka yang dapat kembali menjerumuskan negara itu ke dalam kekerasan yang lebih luas. []
Siti Sholehah.
