Separuh Tersangka Kerusuhan Surabaya Masih Anak-Anak

SURABAYA – Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) resmi menetapkan 42 orang sebagai tersangka dalam kerusuhan yang terjadi di Surabaya pada 29–31 Agustus 2025.
Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan anak-anak dalam jumlah signifikan, termasuk sebagai pelaku pembakaran dan penjarahan di Gedung Negara Grahadi.
Kepala Bidang Humas Polda Jatim, Komisaris Besar Polisi Jules Abraham Abast, menjelaskan bahwa penyidik menemukan indikasi adanya pihak tertentu yang sengaja mengarahkan kerusuhan.
“Yang kami temukan dari hasil penyidikan memang ada dugaan, sekali lagi saya ulangi ada dugaan, upaya-upaya oleh kelompok yang berusaha untuk menciptakan kerusuhan,” ujarnya pada Jumat (5/9/2025).
Dari total 42 tersangka, sembilan ditangani langsung oleh Polda Jatim. Mereka terdiri atas satu orang dewasa dan delapan anak-anak.
Kelompok ini diduga merencanakan aksi dengan membuat bom molotov yang kemudian dilemparkan ke sisi barat Gedung Negara Grahadi hingga menimbulkan kebakaran.
Sementara itu, Polrestabes Surabaya menetapkan 33 tersangka lainnya. Enam di antaranya adalah anak-anak yang ikut dalam pembakaran serta penjarahan di Gedung Negara Grahadi, kantor Kepolisian Sektor Tegalsari, 29 pos polisi, dan sejumlah fasilitas umum di pusat kota.
Polisi mencatat, sepanjang kerusuhan berlangsung, sebanyak 315 orang sempat diamankan. Dari jumlah tersebut, hampir setengahnya merupakan anak-anak.
Fakta ini memunculkan keprihatinan mendalam, sekaligus menimbulkan pertanyaan mengenai siapa yang mengarahkan mereka untuk terlibat dalam tindakan anarkis.
Kombes Pol Abast menegaskan bahwa pihak kepolisian masih terus menelusuri aktor intelektual di balik peristiwa tersebut.
Ia menekankan pentingnya membedakan antara pengunjuk rasa yang menyampaikan aspirasi secara sah dengan kelompok yang memang berniat menciptakan kekacauan.
“Kelompok-kelompok ini makanya harus dibedakan dari pengunjuk rasa yang menyampaikan secara benar aspirasinya,” kata Abast.
Hingga kini, polisi telah mengidentifikasi satu kelompok yang diduga memiliki peran serupa dalam kerusuhan di dua daerah lain, yakni Kediri dan Tulungagung.
Temuan ini memperkuat dugaan bahwa kerusuhan di Surabaya bukan peristiwa tunggal, melainkan bagian dari rangkaian aksi terencana dengan pola yang mirip.
Kasus ini menimbulkan tantangan ganda bagi aparat. Di satu sisi, polisi harus menindak tegas pelaku dewasa yang diduga menjadi penggerak.
Di sisi lain, keterlibatan anak-anak menuntut pendekatan khusus karena menyangkut perlindungan hukum bagi anak di bawah umur.
Aparat menegaskan bahwa penanganan terhadap anak-anak tetap akan mengacu pada mekanisme peradilan anak, meski perannya dalam kerusuhan dinilai cukup signifikan.
Dengan penetapan 42 tersangka ini, kepolisian menegaskan komitmennya untuk menindak lanjuti kasus hingga tuntas, termasuk membongkar jaringan kelompok yang dituding berada di balik kerusuhan. []
Nur Quratul Nabila A