Serangan Udara AS Tak Hancurkan Nuklir Iran, Trump Dikritik

WASHINGTON DC– Penilaian awal Badan Intelijen Pertahanan Amerika Serikat (DIA) menyimpulkan bahwa gelombang serangan udara Washington atas fasilitas nuklir Iran—yang sempat digembar-gemborkan sebagai pukulan telak—hanya menimbulkan dampak jangka pendek.
Tiga narasumber yang mengetahui laporan itu, sebagaimana dikutip Reuters, Rabu (25/6/2025), menyebut program nuklir Teheran diperkirakan tertunda tak lebih dari dua bulan.
“Stok uranium yang diperkaya tidak tersentuh, dan kapasitas pengayaan masih ada,” tutur salah satu sumber, meminta namanya dirahasiakan karena isu tersebut sangat sensitif. Artinya, meski sejumlah infrastruktur rusak, esensi kemampuan Iran memperkaya uranium tetap bertahan.
Temuan dia bertolak belakang dengan pernyataan Presiden Donald Trump yang menegaskan “program nuklir Iran telah dihancurkan”. Gedung Putih turut menampik laporan intelijen itu dan menyebut penilaian DIA “salah besar”.
Meski demikian, nada pemerintah AS melunak ketika berbicara di Dewan Keamanan PBB. Duta Besar AS mengeklaim serangan “telah melemahkan program nuklir Iran secara signifikan” tanpa mengulangi klaim penghancuran total.
Di Tel Aviv, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengaitkan operasi udara bersama AS dengan keberhasilan strategis negaranya.
Dalam pernyataan video, ia menegaskan Israel telah “menghilangkan dua ancaman eksistensial”, yakni nuklir Iran dan rudal balistik, seraya menambahkan, “Kami tidak akan membiarkan Teheran membangun kembali ancamannya.”
Israel memulai gempuran mendadak 13 Juni lalu, menghantam lokasi yang diduga menjadi basis pengembangan hulu ledak nuklir, sekaligus menewaskan seorang komandan penting Garda Revolusi. Iran merespons dengan rentetan rudal ke beberapa kota Israel, memperlihatkan betapa cepat eskalasi dapat terjadi di kawasan tersebut.
Teheran terus menegaskan program nuklirnya bersifat damai.
“Kami tidak mengejar senjata nuklir. Pengayaan uranium kami untuk keperluan sipil dan medis,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran dalam konferensi pers di ibu kota.
Kalangan diplomat di PBB menilai pernyataan ini sebagai upaya meredam tekanan internasional dan menjaga peluang negosiasi.
Ketegangan kini mereda—setidaknya di permukaan—setelah Presiden Trump mengumumkan gencatan senjata berlaku Selasa pukul 05.00 GMT. Ia menyertakan peringatan keras bahwa pelanggaran berikutnya “akan dibalas habis-habisan”.
Sejumlah analis menilai gencatan senjata masih rapuh, mengingat kedua pihak belum menyentuh akar persoalan: hak Iran memperkaya uranium versus kekhawatiran global soal proliferasi nuklir.
Serangan udara memang telah menunjukkan kemauan Washington dan Tel Aviv memakai opsi militer, tapi laporan DIA mengkonfirmasi bahwa kapasitas utama Iran bertahan.
Bila benar hanya tertunda dua bulan, debat di Washington bakal bergeser: apakah serangan singkat nan mahal itu sepadan dengan hasil yang sekadar menunda roda centrifuge? []
Nur Quratul Nabila A