YAMAN – Serangan udara Israel pada Selasa (6/5/2025) menghantam Bandar Udara Internasional Sanaa dan sejumlah wilayah di Provinsi Amran, Yaman, menyebabkan kerusakan parah pada infrastruktur penting serta menewaskan sedikitnya tiga orang. Menurut laporan otoritas kesehatan yang dikelola kelompok Houthi, sedikitnya 39 orang lainnya mengalami luka-luka dalam serangan tersebut.
Seorang pejabat bandara yang enggan disebutkan namanya mengonfirmasi kepada kantor berita Xinhua bahwa landasan pacu, satu unit pesawat penumpang, dan sejumlah fasilitas penunjang bandara hancur akibat serangan. Bandara kini dinyatakan tidak dapat beroperasi dan diperkirakan akan memerlukan waktu lama untuk pemulihan total.
Televisi al-Masirah, yang dikelola oleh Houthi, menyiarkan api masih berkobar di dua pembangkit listrik utama di Sanaa hingga malam hari, menambah dampak bencana terhadap infrastruktur sipil di ibu kota Yaman.
Militer Israel mengklaim serangan tersebut sebagai bentuk pembalasan atas serangan rudal yang diluncurkan oleh kelompok Houthi pada Minggu (4/5/2025) pagi, yang menargetkan Bandar Udara Ben Gurion di dekat Tel Aviv. Serangan Houthi itu menyebabkan delapan orang terluka dan kerusakan di area sekitar bandara, menurut otoritas Israel.
Melalui unggahan di platform media sosial X, tokoh senior Houthi, Mohammed Ali al-Houthi, mengecam keras serangan balasan Israel dan bersumpah akan melancarkan serangan rudal lanjutan ke wilayah Israel “dalam beberapa jam mendatang.”
Sejak pecahnya konflik di Gaza pada Oktober 2023, kelompok Houthi secara konsisten menyatakan dukungan terhadap rakyat Palestina dan melancarkan sejumlah serangan drone serta rudal ke arah Israel, kendati kemampuan pertahanan udara mereka terbatas. Wilayah yang mereka kuasai, termasuk Sanaa, sangat kekurangan infrastruktur pertahanan sipil dan tidak memiliki tempat perlindungan umum yang memadai.
Bandar Udara Internasional Sanaa selama ini berfungsi sebagai jalur penting bagi warga sipil, bantuan kemanusiaan, dan komunikasi diplomatik internasional. Kehancurannya dikhawatirkan akan memperburuk krisis kemanusiaan yang telah berlangsung lama di negara tersebut.
PBB dan berbagai organisasi kemanusiaan belum mengeluarkan pernyataan resmi, namun diperkirakan akan segera menyerukan penahanan diri dan perlindungan terhadap infrastruktur sipil yang esensial di tengah eskalasi konflik regional yang semakin memburuk. []
Nur Quratul Nabila A