Soal Permukiman Tepi Barat, Israel Tantang Kritik Internasional

JAKARTA – Rencana pemerintah Israel untuk memperluas permukiman Yahudi di wilayah Tepi Barat kembali memicu ketegangan diplomatik dengan komunitas internasional. Setelah 14 negara secara terbuka menyampaikan kecaman, Israel justru memberikan respons keras dengan menilai sikap tersebut sebagai bentuk diskriminasi terhadap warga Yahudi, sekaligus menegaskan bahwa kebijakan itu dilandasi pertimbangan keamanan nasional.

Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar menyatakan bahwa kritik dari sejumlah negara asing tidak akan menghalangi hak orang Yahudi untuk tinggal di wilayah yang mereka sebut sebagai Tanah Israel. Ia menilai kecaman internasional tersebut tidak hanya keliru secara etis, tetapi juga sarat dengan muatan diskriminatif.

“Pemerintah asing tidak akan membatasi hak orang Yahudi untuk hidup di Tanah Israel, dan seruan seperti itu adalah salah secara moral serta bersifat diskriminatif terhadap orang Yahudi,” kata Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar dilansir AFP, Kamis (25/12/2025).

Menurut Saar, keputusan kabinet Israel yang menyetujui pendirian permukiman baru bukanlah langkah sepihak tanpa dasar. Ia menyebut kebijakan tersebut berkaitan langsung dengan situasi keamanan yang dihadapi Israel, terutama di wilayah-wilayah yang dinilai rawan konflik.

“Keputusan kabinet untuk mendirikan 11 pemukiman baru dan meresmikan delapan pemukiman tambahan dimaksudkan, antara lain, untuk membantu mengatasi ancaman keamanan yang dihadapi Israel,” imbuhnya.

Sikap pemerintah Israel ini sejalan dengan pernyataan sejumlah pejabat tinggi lainnya. Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich sebelumnya secara terbuka menyatakan bahwa pembangunan dan perluasan permukiman bertujuan untuk mencegah terbentuknya negara Palestina. Ia bahkan menyambut keputusan kabinet keamanan Israel yang menyetujui pembangunan 19 permukiman baru di wilayah Tepi Barat yang diduduki.

“Di lapangan, kami menghalangi pembentukan negara teror Palestina,” kata Smotrich beberapa waktu lalu.

Namun, pernyataan dan kebijakan tersebut justru menuai kecaman luas dari komunitas internasional. Sebanyak 14 negara, termasuk Prancis, Inggris, dan Jerman, menyatakan penolakan tegas terhadap keputusan Israel. Negara-negara tersebut menilai perluasan permukiman Yahudi di Tepi Barat bertentangan dengan hukum internasional dan berpotensi memperburuk konflik yang telah berlangsung lama.

“Kami, Negara Belgia, Kanada, Denmark, Prancis, Jerman, Italia, Islandia, Irlandia, Jepang, Malta, Belanda, Norwegia, Spanyol, dan Inggris Raya mengecam persetujuan kabinet keamanan Israel atas 19 permukiman baru di Tepi Barat yang diduduki,” kata pernyataan bersama yang dirilis oleh Kementerian Luar Negeri Prancis dilansir AFP.

“Kami mengingatkan kembali penentangan kami yang jelas terhadap segala bentuk aneksasi dan perluasan kebijakan permukiman,” tambahnya.

Kecaman serupa juga disampaikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Lembaga internasional tersebut menegaskan bahwa pembangunan dan perluasan permukiman Israel di Tepi Barat merupakan tindakan ilegal menurut hukum internasional. PBB berulang kali menyerukan penghentian aktivitas permukiman sebagai bagian dari upaya menjaga peluang solusi dua negara.

Di sisi lain, Otoritas Palestina yang berbasis di Ramallah turut mengutuk keputusan terbaru Israel tersebut. Mereka menuding Israel semakin memperketat kontrol atas wilayah Palestina dan menilai persetujuan pembangunan permukiman sebagai lanjutan dari kebijakan yang dinilai merugikan rakyat Palestina.

Otoritas Palestina menyebut kebijakan itu sebagai kelanjutan dari “kebijakan diskriminasi, permukiman, dan aneksasi yang merusak hak-hak yang tidak dapat dicabut dari rakyat Palestina”.

Ketegangan akibat rencana perluasan permukiman ini menambah daftar panjang perbedaan pandangan antara Israel dan komunitas internasional. Sementara Israel menekankan aspek keamanan dan hak historis, banyak negara serta lembaga internasional memandang kebijakan tersebut sebagai hambatan serius bagi perdamaian dan stabilitas di kawasan Timur Tengah. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *