Stranas PK Dorong Wajib Lapor “Manifest Domestik” untuk Cegah Korupsi di Sektor Logistik
JAKARTA – Tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) menyebut kewajiban pengusaha melaporkan data perdagangan antarpulau Barang (PAB) atau “manifest domestik” menjadi salah satu unsur penting dalam pencegahan korupsi di sektor logistik nasional.
Koordinator Pelaksana Stranas PK, Pahala Nainggolan, mengatakan pengusaha kini wajib melaporkan manifest domestik itu setelah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27 Tahun 2024 tentang Perdagangan Antarpulau diterbitkan.
Adapun terbitnya Permendag ini merupakan salah satu capaian Aksi Stranas PK dalam memperbaiki tata kelola pelabuhan dan penguatan penerimaan negara bukan pajak.
“Sebagai upaya pencegahan korupsi dan untuk rencana aksi tahun 2025-2026, akan disasar untuk melakukan pembenahan sistem logistik nasional. Salah satunya adalah dengan mendorong kebijakan Manifest Domestik yang mewajibkan pelaku usaha untuk menyatakan daftar muatannya,” kata Pahala dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan Kompas.com, Rabu (27/11/2024).
Pahala mengatakan, sebagai negara kepulauan, banyak wilayah di Indonesia kerap mengalami kelangkaan komoditas tertentu.
Selain faktor tingginya biaya logistik antarpulau, persoalan kelangkaan stok juga mengakibatkan komoditas tertentu melonjak di suatu daerah. Di sisi lain, terdapat masalah inefisiensi karena ketimpangan muatan suatu kapal ketika kembali ke daerah asal.
Pahala mencontohkan, salah satu pusat perdagangan antarwilayah di Indonesia terpusat di Jakarta sebagai sumber pembeli utama berbagai komoditas dari 16 daerah seperti Sulawesi Utara, Sumatera Utara, dan lainnya.
Biaya kemahalan timbul karena setelah kapal-kapal itu mengirim suplai ke Jakarta, mereka pulang ke daerah masing-masing dalam kondisi kosong.
“Akibatnya, biaya logistik melambung karena saat kembali ke daerah asal, seringkali dalam kondisi kosong atau minim muatan,” ujar Pahala.
Terbitnya Permendag Nomor 27 Tahun 2024 menjadi angin segar dalam upaya perbaikan tata kelola perdagangan antarpulau. Aturan ini menjadi dasar hukum yang membuat pengusaha harus melaporkan komoditas yang mereka bawa.
Permendag ini sekaligus menyempurnakan upaya pemerintah dalam membangun “satu data nasional” perdagangan antarpulau. Kesempatan bagi pengusaha nakal yang curang membuat laporan ganda juga ditutup.
“Meningkatkan pengawasan, khususnya untuk perdagangan antarpulau barang tertentu, barang minerba, dan barang yang merupakan hasil sumber daya alam,” ujar Pahala.
Kewajiban pengusaha melaporkan perdagangan antarpulau itu juga menjadi kunci dalam mewujudkan ekosistem logistik nasional atau National Logistic Ecosystem (NLE).
Sebab, dengan mengantongi data perdagangan antarpulau, pemerintah bisa menyusun perencanaan, melakukan intervensi pasar ketika diperlukan, hingga pengawasan barang dan jasa.
Adapun data yang akan termuat dalam data perdagangan itu antara lain pemilik muatan (cargo owner) antarpulau, komoditas yang diperdagangkan, pengangkutan barang, penerima muatan, dan lainnya.
Jika nantinya data distribusi logistik perdagangan antarpulau bisa disatukan secara nasional, pemerintah bisa menjaga keseimbangan suplai antar daerah, memperkecil kesenjangan harga, mengamankan distribusi barang yang perdagangannya dibatasi, kemudian mengembangkan pemasaran produk unggulan setiap daerah, mencegah penyelundupan barang ke luar negeri, hingga menghapus hambatan perdagangan antarpulau.
“Mencegah masuk dan beredarnya barang selundupan di dalam negeri,” kata Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut.
Saat ini, Permendag Nomor 27 Tahun 2024 telah disosialisasikan ke sejumlah kementerian/lembaga seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, Badan Usaha Milik Negara, dan pelaku usaha. []
Nur Quratul Nabila A