Subsidi Membengkak, Kilang Baru Pertamina Tak Kunjung Hadir

JAKARTA – Kritik tajam kembali dilontarkan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa terhadap kinerja PT Pertamina (Persero). Ia menilai perusahaan energi pelat merah tersebut kurang serius dalam merealisasikan pembangunan kilang baru, yang sejatinya sangat dibutuhkan untuk memperkuat ketahanan energi nasional.

Dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Selasa (30/09/2025), Purbaya menegaskan bahwa ketergantungan Indonesia terhadap impor bahan bakar minyak (BBM) sudah berlangsung terlalu lama dan menggerus kas negara.
“Sudah berapa tahun kita mengalami hal tersebut (impor BBM)? Sudah puluhan tahun kan? Kita pernah bangun kilang baru enggak? Enggak pernah. Sejak kecil sampai sekarang enggak pernah bangun kilang baru,” ucapnya.

Purbaya mengingatkan, pada tahun 2018 Pertamina pernah berjanji membangun tujuh kilang baru dalam kurun lima tahun. Namun, hingga kini janji tersebut belum terwujud sama sekali. “Jadi kilang itu bukan kita enggak bisa bikin atau kita enggak bisa bikin proyeknya, cuma Pertamina malas-malasan aja,” tegasnya.

Ia menyinggung pula adanya tawaran dari investor asal Tiongkok yang bersedia membangun kilang dengan skema kerja sama jangka panjang. Dalam kesepakatan itu, Pertamina hanya diwajibkan membeli produk kilang selama 30 tahun pertama, sebelum akhirnya aset tersebut beralih sepenuhnya menjadi milik Indonesia. Namun, tawaran tersebut ditolak karena Pertamina lebih memilih mengandalkan rencana internalnya.

Situasi ini dinilai memperburuk beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Purbaya meminta DPR ikut mengawasi agar janji pembangunan kilang tidak hanya menjadi wacana.
“Jadi bapak tolong kontrol mereka juga. Jadi saya kontrol, dari bapak-bapak juga kontrol, karena kita rugi besar. Karena kita impor dari mana? Dari Singapura,” katanya.

Sebagai perbandingan, APBN 2025 telah menyiapkan subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp 498,8 triliun. Hingga Agustus 2025, realisasinya sudah mencapai Rp 218 triliun atau sekitar 43,7 persen dari pagu. Kebutuhan anggaran yang terus meningkat ini dipengaruhi oleh harga minyak mentah dunia (ICP), nilai tukar rupiah, serta naiknya konsumsi barang bersubsidi.

Data pemerintah per Agustus 2025 menunjukkan konsumsi BBM tumbuh 3,5 persen, LPG tabung 3 kg meningkat 3,6 persen, pelanggan listrik bersubsidi naik 3,8 persen, dan pupuk melonjak hingga 12,1 persen. Angka-angka tersebut menggambarkan tingginya kebutuhan energi yang masih sangat bergantung pada impor.

Kritik Menkeu ini kembali menyoroti problem klasik yang tak kunjung tuntas: kemandirian energi Indonesia. Selama kilang baru belum berdiri, ketergantungan terhadap impor BBM akan terus menekan anggaran negara dan menyulitkan pemerintah dalam menjaga stabilitas fiskal. []

Siti Sholehah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *