Sumber Bara Abadi Rampok HPL Transmigrasi di Sebulu
KUTAI KARTANEGARA – PT Sumber Bara Abadi (SBA), perusahaan tambang batu bara yang diketahui beroperasi di Kecamatan Sebulu hingga Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dinilai telah melakukan pencaplokan besar-besaran Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Transmigrasi di Kecamatan Sebulu. Tak tanggung-tanggung, lahan yang dirampok SBA untuk dieksploitasi ’emas hitamnya’ seluas 2.648 hektare.
ABS diketahui telah menggarap HPL di Sebulu yang terbit berdasarkan Nomor SK. 88/HPL/DA/1982 itu setelah pihak Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja (Disnakertrans) Kabupaten Kutai Kartanegara melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi tambang ABS pada November 2018 lalu. Mengetahui adanya operasi tambang batu bara tanpa izin di areal HPL, pihak Disnakertrans Kukar memberi peringatan tertulis.
Peringatan tertulis dituangkan dalam Surat Nomor B/708/Disnaker/PDKT/I/11/2018 tertanggal 28 November 2018. Sayangnya pihak SBA tak mengindahkan surat tersebut. Sementara Rekson Simanjuntak, Plt Kadisnakertrans Kukar mengatakan, HPL itu rencananya akan digunakan untuk lahan transmigrasi dan pertanian.
Sementara di dalam surat tersebut, Rekson Simanjuntak menjelaskan bahwa sesuai Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 09 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (2) bahwa dalam hak tanah yang dimohon merupakan tanah HPL, pemohon harus terlebih dahulu memperoleh penunjukkan berupa perjanjian penggunaan tanah dan pemegang HPL.
Selain itu, pada Pasal 135 dan Pasal 136 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), disebutkan bahwa pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) eksplorasi hanya dapat melaksanakan kegiatannya setelah mendapatkan persetujuan dari pemegang hak atas tanah. Sebelum melakukan produksi wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak.
“Sumber Bara Abadi agar tidak melakukan aktifitas penambangan batu bara di aeral HPL transmigrasi Sebulu sebelum mendapatkan surat persetujuan dari Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,” pinta Rekson dalam suratnya.
Berdasarkan pantauan media ini, SBA bahkan disebut biangnya masalah. Yang baru-baru ini diributkan adalah soal kasus penutupan dan pengalihan jalan negara untuk digunakan operasional tambang di Desa Segihan, Kecamatan Sebulu dan rusaknya jalan umum dari Sebulu ke Muara Kaman akibat operasional kendaraan berat SBA. Persoalan tersebut selain mendapat respon keras dari masyarakat, konon juga dari Gubernur Kaltim Isran Noor.
Aset Kelompok Tani Diacak-acak
Selain kasus itu semua, ada juga menyangkut aset tanam tumbuh Kelompok Tani Rumpun Bambu di Desa Sebulu Modern yang diacak-acak SBA pada tahun 2015 silam. Hingga saat ini, ganti rugi aset berupa tanam tumbuh kelapa sawit, petai, durian, dan pohon buahan lainnya di atas lahan seluas 149 hektare tersebut belum ada kejelasan.
Menurut Sigit Nugroho, Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Projo Kukar, Kelompok Tani Rumpun Bambu punya legalitas berupa surat dari Kepala Desa Sebulu Modern tahun 2012, tetapi saat lokasinya ditambang, tidak ada pergantian sama sekali. “Kami sudah mendampingi Kelompok Tani ini sejak Bulan Mei Tahun 2017, jadi kami tahu latar belakang dan sejarahnya. Lahan kelompok tani itu di atas HPL, tapi tanam tumbuhnya adalah hak mereka. Jadi harus diganti,” ungkap Sigit kepada Berita Borneo, di Tenggarong, Selasa (15/01/2019).
Guna menuntut hak-hak warga tersebut, pihak Projo menyebut telah mendampingi unjuk rasa yang dilakukan di lokasi tambang SBA. Unjuk rasa itu terjadi 11 Oktober 2018 lalu dengan menutup separuh jalur hauling SBA. “Kasus ini sempat dimediasi polisi (Kepolisian Sektor Sebulu, red), tetapi tidak ada titik temu. Sempat dijanjikan akan dimediasi lagi sepuluh hari kemudian dengan memanggil pihak SBA, tetapi tidak ada kejelasan,” papar Sigit.
Dikonfirmasi terpisah, Kapolsek Sebulu, AKP Zainal menyatakan, mediasi tidak dilanjutkan karena petani tidak punya surat, sehingga tidak dapat menuntut hak.
Menanggapi itu, Sigit menyebut Kelompok Tani Rumpun Bambu punya hak atas tanam tumbuh yang telah ditanam dari tahun 2009 hingga 2015.”Untuk menuntut hak-hak petani ini, kami besok akan berdemonstrasi di lokasi tambang,” tandas Sigit.
Ada sebanyak 30-an orang petani yang bakal turut serta unjuk rasa, lanjut Sigit. Pihaknya pun telah menyampaikan laporan menyampaikan pendapat ke kepolisian. “Kami tidak takut, karena menuntut hak kami. Katanya SBA ini dibeking jenderal polisi, kami yakin itu tidak benar,” tegas Sigit.
Menanggapi persoalan tersebut, media ini mengalami kesulitan mengkonfirmasi manajemen SBA. Setelah menghubungi melalui saluran telepon ke kantornya yang beralamat di Menara Selatan Jamsostek Lantai 18, Jalan Jendral Gatot Subroto, Nomor 38, Jakarta, Kode Pos 12710. Telepon/Faximili : 021- 52922451/ 52922452, pihak penerima telepon meminta agar menghubungi di kantor site.
“Kami di sini hanya marketing dan HRD (Human Resource Departement, red), tidak mengetahui persoalan di site, silahkan menghubungi di kantor site,” kata penerima telepon yang mengaku bernama Ega. [] Budi Untoro