Syahariah Soroti Ketidakhadiran Gubernur dalam Paripurna DPRD

ADVERTORIAL – Proses legislasi di Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menjadi sorotan tajam setelah Rapat Paripurna ke-25 masa sidang II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kaltim diwarnai interupsi. Ketidakhadiran Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim dalam forum pengambilan keputusan penting ini memicu kritik dari anggota legislatif, menegaskan perlunya sinergi yang lebih kuat antara eksekutif dan legislatif.

Rapat yang berlangsung di Gedung Utama DPRD Provinsi Kaltim, Jalan Teuku Umar, Samarinda, pada Senin (21/07/2025), memiliki agenda krusial. Agenda tersebut meliputi penyampaian tanggapan Fraksi-fraksi DPRD Kaltim terhadap pendapat Gubernur Kaltim atas nota penjelasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Selain itu, dibahas pula tanggapan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim terhadap pandangan umum Fraksi-Fraksi DPRD Kaltim atas nota penjelasan Ranperda tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta penetapan dua Ranperda untuk dibahas lebih lanjut dalam Panitia Khusus (Pansus).

Namun, jalannya rapat paripurna terhenti oleh interupsi yang disampaikan oleh anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Syahariah Mas’ud. Ia secara terbuka menyatakan keprihatinannya atas absennya Gubernur dan Wakil Gubernur, yang menurutnya sudah berulang kali terjadi dalam forum-forum penting semacam ini.

“Saya lihat sudah hampir lima kali rapat Paripurna tidak ada Gubernur Kaltim atau setidaknya Wakil Gubernur atau Sekda,” ujar Syahariah, dalam interupsinya.

Ia menambahkan, bahwa dalam beberapa rapat paripurna sebelumnya, Gubernur Kaltim hanya mengutus staf ahli untuk hadir. Pihaknya menegaskan bahwa forum paripurna bukanlah ruang seremonial yang dapat diwakilkan begitu saja tanpa alasan kuat, mengingat bobot keputusan yang diambil dan dampaknya bagi masyarakat.

“Bukan berarti Saya tidak senang dengan kehadiran Arief Murdiyatno, tapi rapat Paripurna ini adalah rapat tertinggi, lantas kenapa Gubernur tidak hadir dalam beberapa kali pertemuan penting seperti ini,” kata politisi Partai Golongan Karya (Golkar) ini, mempertanyakan prioritas kehadiran eksekutif dalam forum legislasi tertinggi.

Kritik Syahariah tidak hanya ditujukan kepada Gubernur Kaltim. Ia juga menyasar Sekretaris Dewan (Sekwan) terkait sinkronisasi penjadwalan dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang menurutnya tidak menunjukkan kehadiran aktif dalam sidang paripurna. Ketiadaan perwakilan OPD dinilai menghambat efektivitas pembahasan dan pengambilan keputusan.

Syahariah menyebut, perumusan kebijakan publik yang melibatkan pembahasan strategis tidak akan berjalan optimal tanpa keterlibatan langsung unsur pelaksana teknis. Akibatnya, segala masukan dan catatan yang disampaikan anggota DPRD melalui jawaban Fraksi-fraksi tidak dapat langsung dicatat atau diketahui oleh OPD di Kaltim, sehingga menghambat proses legislasi dan implementasi kebijakan yang efisien.

“Saya juga meminta Dinas-Dinas terkait untuk hadir, ini urusan dan tanggung jawab kita bersama dan bukan hanya DPRD saja,” tutup perempuan berhijab ini, mengakhiri interupsinya dengan penekanan pada tanggung jawab kolektif seluruh elemen pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan. Interupsi ini diharapkan menjadi catatan penting bagi perbaikan sinergi antara eksekutif dan legislatif demi kelancaran pembangunan dan pelayanan publik di Kaltim.[]

Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *