Tanker Minyak Vilamoura Meledak di Libya, Dunia Waspada

TRIPOLI — Sebuah ledakan hebat mengguncang kapal tanker minyak raksasa berbendera Kepulauan Marshall, Vilamoura, saat berlayar di perairan lepas pantai Libya pada 27 Juni lalu.
Insiden ini menyoroti kembali kerentanan jalur pelayaran minyak dunia di tengah ketegangan geopolitik yang belum mereda.
Vilamoura, yang mengangkut sekitar satu juta barel minyak mentah, mengalami kerusakan serius akibat ledakan yang disusul banjir di ruang mesin.
Kapal sempat kehilangan kendali di laut sebelum akhirnya ditarik menuju perairan timur Mediterania.
Operator kapal, TMS Tankers, menyatakan tidak ada korban luka maupun pencemaran lingkungan yang terjadi. Namun, mereka belum dapat memastikan penyebab ledakan.
“Penyebab ledakan masih belum diketahui dan sedang diselidiki,” ujar juru bicara TMS Tankers pada Senin (30/6/2025).
Kapal ini diketahui sebelumnya bertolak dari pelabuhan Zuetina, Libya, dan tengah menuju Gibraltar saat insiden terjadi.
Berdasarkan data dari VesselFinder, kapal tanker buatan 2011 dengan kapasitas angkut 158.622 ton itu kini dalam proses penarikan ke Yunani untuk analisis teknis lanjutan.
Namun yang menjadi sorotan lebih dalam adalah riwayat pelayaran Vilamoura dalam beberapa bulan terakhir.
Kapal ini diketahui sempat bersandar di dua pelabuhan utama Rusia, yakni terminal minyak Ust-Luga pada April dan fasilitas Caspian Pipeline Consortium (CPC) di dekat Novorossiysk pada Mei.
Kedua lokasi dikenal sebagai titik strategis dalam distribusi minyak mentah, termasuk dari Kazakhstan.
Laporan Bloomberg yang dikutip dari RT menyebut bahwa Vilamoura bukan satu-satunya kapal tanker yang mengalami insiden mencurigakan setelah berlayar dari pelabuhan Rusia.
Sejak awal 2025, setidaknya empat kapal lainnya mengalami kerusakan atau insiden serupa.
Pola ini menimbulkan dugaan tentang potensi sabotase atau penggunaan teknologi asimetris terhadap kapal-kapal terkait ekspor energi Rusia.
Konsultan risiko maritim Vanguard Tech menyatakan bahwa sejumlah operator kapal kini meningkatkan prosedur keamanan, termasuk melakukan penyelaman lambung kapal menggunakan kendaraan bawah air untuk memeriksa kemungkinan bahan peledak atau ranjau laut.
Ketegangan geopolitik memang terus membayangi sektor pelayaran energi global. AS dan Uni Eropa sebelumnya menuding Rusia menggunakan “armada bayangan” — jaringan kapal tanker yang beroperasi tanpa mengikuti sistem asuransi internasional Barat — untuk menghindari sanksi terhadap sektor minyaknya.
Rusia sendiri membantah tudingan tersebut. Pemerintah Moskow menilai pembatasan terhadap kapal-kapal mereka sebagai pelanggaran hukum laut internasional, dan menegaskan bahwa perdagangan mereka tetap sah secara hukum.
Hingga kini, belum ada bukti yang mengarah pada keterlibatan langsung negara atau kelompok tertentu dalam ledakan-ledakan tersebut.
Namun, lokasi kejadian dan keterkaitannya dengan pelabuhan-pelabuhan strategis Rusia menimbulkan kekhawatiran bahwa jalur pelayaran minyak telah menjadi ajang konflik tidak langsung antara kekuatan global.
Analis energi memperingatkan bahwa jika tren serangan atau sabotase terhadap kapal-kapal energi ini berlanjut, dampaknya bisa sangat serius bagi stabilitas pasokan minyak dunia.
Meskipun belum terjadi lonjakan harga, investor dan pasar energi tengah mencermati situasi dengan waspada.
“Jika jalur pasok mulai terganggu secara berulang, maka ini bukan lagi soal insiden maritim biasa, tapi soal keamanan energi global,” ujar seorang analis risiko energi di London yang tak mau disebutkan namanya. []
Nur Quratul Nabila A