Tarif Listrik Naik !
JAKARTA — Per pukul 00.00 dini hari, Selasa, 1 Juli ini, tarif dasar listrik di negeri ini naik. Setelah sempat tertunda rencana kenaikannya, akhirnya Pemerintah memutuskan kenaikan listrik tepat di hari kedua Bulan Ramadhan, saat umat muslim menjalankan ibadah puasa.
Direktur Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman, mengatakan, kenaikan tarif listrik sudah direncanakan jauh hari dan telah diatur dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014.
“Enggak bisa mundur lagi, tinggal tunggu revisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2014 yang akan keluar sebelum 1 Juli 2014,” kata Jarman kepada wartawan di kantornya, beberapa waktu lalu (26/6/2014).
Untuk itu, Kementerian ESDM melansir enam golongan tarif listrik yang dinaikkan :
(1). Untuk golongan I-3, tarif semula Rp 864 per kilo Watt hour (kWh) akan naik menjadi Rp 964 per kWh. Pada 1 September 2014, tarif akan naik lagi menjadi Rp 1.075 per kWh, dan per 1 November 2014 kembali naik menjadi Rp 1.200/kWh.
(2). Untuk golongan R-2 dengan 3.500 VA hingga 5.500 VA, tarif semula Rp 1.145 per kWh akan naik menjadi Rp 1.210 per kWh. Per 1 September 2014 tarif ini akan naik lagi menjadi Rp 1.279/kWh, dan per 1 November 2014 kembali naik menjadi Rp 1.352/kWh.
(3). Untuk golongan R-1 dengan kapasitas 2.200 VA, tarif semula Rp 1.004 per kWh akan naik menjadi Rp 1.109/kWh. Lalu, per 1 September 2014 naik lagi menjadi Rp 1.224/kWh, dan per 1 November 2014 kembali naik menjadi Rp 1.353/kWh.
(4). Untuk golongan R-1 dengan kapasitas 1.300 VA, tarif semula Rp 997 per kWh akan naik menjadi Rp 1.090/kWh. Per 1 September 2014, tarif ini naik lagi menjadi Rp 1.214/kWh, dan kembali naik pada 1 November 2014 menjadi Rp 1.352/kWh.
(5). Untuk golongan P-3, dari Rp 864 per kWh naik menjadi Rp 1.104/kWh. Per 1 September 2014 naik lagi menjadi Rp 1.221/kWh, lalu per 1 November 2014 kembali naik menjadi Rp 1.352/kWh.
(6). Untuk golongan P-2 dengan kapasitas di atas 200 kVA, tarif semula Rp 1.062 per kWh naik menjadi Rp 1.081/kWh. Per 1 September 2014 naik lagi menjadi Rp 1.139 per kWh, lalu per 1 November 2014 kembali naik menjadi Rp 1.200 per kWh.
Khusus periode kenaikan tarif untuk industri golongan I-3 dan I-4 sudah dimulai pada 1 Mei 2014. Golongan I-3 adalah adalah industri dengan kapasitas daya listrik terpasang menengah dan non-perusahaan terbuka. Adapun golongan I-4 adalah pengguna listrik tegangan tinggi.
Periode lanjutan periodisasi kenaikan tarif untuk kedua golongan industri akan sama dengan lima kelompok lain yang baru dimulai pada 1 Juli 2014, yaitu 1 Juli-31 Agustus 2014, 1 September-31 Oktober 2014, dan 1 November 2014.
PADA NAIK
Sementara kenaikan tarif listrik ini memaksa pengusaha makanan dan minum menaikkan harga penjualan sebesar 1 persen. Rencananya, pengusaha makanan dam minuman akan menaikan harga jual setelah lebaran usai.
Adhi S. Lukman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia mengatakan, pilihan terakhir pengusaha segera menaikan harga jual.
“Komponen biaya listrik seperti pengemasan akan naik. Berikut juga dengan bahan baku. Kalau tidak naik pengusaha akan menanggung kerugian,” ujar Adhi di gedung BPOM, beberapa waktu lalu (12/6/2014).
Kenaikan TDL dipastikan akan membuat pengusaha makanan dan minuman menaikkan harga sebesar 1 persen dari harga saat ini.
Disisi lain, Adhi menyesalkan langkah pemerintah menaikkan TDL tanpa mempertimbangkan rencana setahun pengusaha. Menurutnya, kenaikan TDL yang mendadak membuyarkan rencana setahun pengusaha yang telah dibuat.
“Industri punya bujet tahunan yang sudah ditetapkan. Kita juga punya kontrak costumer tahunan kalau tiba-tiba TDL naik, ini menyulitkan industri,” ucap Adhi.
Sebagaimana diketahui, kemarin DPR telah menyetujui kenaikan TDL pada Juli mendatang setiap 2 bulan. Untuk industri non go public sebesar 11,57 persen, Rumah Tangga R2 (3.500 Va-5.500 Va) sebesar 5,7 persen. Rumah Tangga R1 (2.200 Va) sebesar 10,43 persen, lalu Rumah Tangga R2 (1.300 Va) sebesar 11,36 persen.
Di lain pihak, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) memperkirakan impor pakaian jadi jelang Hari Raya Idul Fitri tahun ini akan meningkatkan 50 persen jika dibandingkan yang sama pada 2013 lalu.
Ketua Umum API, Ade Sudrajat mengatakan, kenaikan impor tersebut dipicu oleh beberapa hal, salah satu kenaikan tarif listrik untuk industri yang ditetapkan oleh pemerintah.
“Industri dalam negeri mengalami kenaikan tarif listrik sehingga mereka harus menaikan harga produknya,” ujarnya saat konferensi pers di Kantor API, Gedung Surveyor Indonesia, Jakarta, Senin (30/6/2014).
Menurut Ade, dengan kenaikan listrik bagi golongan industri I3 sebesar 38,9 persen dan I4 sebesar 64,7 persen membuat harga jual pakaian jadi yang diproduksi di dalam negeri meningkat sekitar 15 persen hingga 20 persen.
“Kalau sudah begitu, pedagangan di Tanah Abang dan lain-lain ya lebih baik mereka impor. Proteksi (impor yang dilakukan pemerintah) jauh lebih dilakukan pada industri hilir bukan pada industri hulu,” kata dia.
Menurutnya, sudah saatnya pemerintah turun langsung ke lapangan untuk melihat kesulitan yang dialami oleh industri akibat kebijakan yang diterapkan dan jangan hanya menunggu aduan dari industri yang terbebankan tersebut.
“Tapi sekarang pemerintah hanya menunggu ada yang mengadu, bukannya jemput bola. Kalau tambahan beban yang dialami industri seperti ini butuh penyelidikan 1 tahun, maka industrinya mati duluan,” tandasnya.
BYAR PET TETAP LANJUT
Sementara atas kenaikan tarif listrik tersebut, ternyata pemerintah tak menjamin pemadaman bergilir yang sering terjadi bakal berakhir. Dirjen Ketenagalistrikan Jarman mengungkapkan hal tersebut. “Tergantung, tergantung lokasinya, kalau di Sumatera Utara yang masih defisit listrik susah juga tidak ada lagi pemadaman, kalau di Jawa sudah lebih baik, kalaupun ada itu mungkin karena gangguan saja,” ujar Jarman, Senin (30/6/2014)..
Jarman mengungkapkan, namun dengan kenaikan tarif listrik ini akan membuat PT Perusahan Listrik Negara (PLN) Persero mendapatkan darah segar berupa dana pembayaran pelanggannya di depan, tidak lagi mengandalkan subsidi dari pemerintah yang subsidinya baru terbayar 3-4 bulan berikutnya.
“Kalau dana tunai PLN makin banyak dari pelanggan, PLN terhindar dari kolaps, jadi lebih sehat neraca keuangannya, sehingga bisa membangkitkan pembangkit listrik lebih banyak, sehingga kelistrikan tiap daerah makin kuat jadi pemadaman listrik makin berkurang,” ungkapnya.
Saat ini total kapasitas listrik nasional mencapai 50.655 megawatt (MW), di mana 71% pembangkit dikelola PT PLN, pembangkit Independent Power Producers (IPP) 20% dan pembangkit swasta mandiri 9%. [] RedHP/Dtk/KCM/L6