Telepon Singkat Maduro-Trump Berakhir Buntu

WASHINGTON DC – Situasi politik Venezuela kembali menjadi sorotan internasional setelah laporan bahwa Presiden Nicolas Maduro sempat membuka peluang untuk mengakhiri kekuasaannya, asalkan Amerika Serikat (AS) bersedia memenuhi sejumlah syarat. Informasi tersebut muncul dari penjelasan empat sumber yang mengetahui detail percakapan telepon antara Maduro dan Presiden AS Donald Trump pada 21 November lalu.

Percakapan yang berlangsung kurang dari 15 menit itu, sebagaimana dilaporkan Reuters, disebut sebagai salah satu komunikasi paling sensitif antara Caracas dan Washington dalam beberapa tahun terakhir. Tidak seperti biasanya, Maduro—yang selama ini dikenal keras menentang tekanan AS—justru menyampaikan kesiapan untuk mundur dari jabatannya.

Menurut tiga sumber, Maduro menyatakan kesediaannya meninggalkan Venezuela bersama keluarga dengan jaminan amnesti hukum penuh. “Amnesti itu mencakup pencabutan semua sanksi AS dan berakhirnya proses penting yang dia hadapi di ICC,” ungkap salah satu sumber yang dikutip Reuters. Permintaan itu juga meliputi pencabutan sanksi terhadap lebih dari 100 pejabat pemerintahannya yang dituduh AS terlibat pelanggaran HAM, korupsi, hingga perdagangan narkoba.

Selain itu, dua sumber menyebut Maduro turut mengusulkan agar Wakil Presiden Delcy Rodriguez ditunjuk sebagai sosok yang memimpin pemerintahan transisi menjelang pemilu baru, apabila kesepakatan tercapai. Langkah tersebut menunjukkan bahwa Maduro mempertimbangkan skenario politik besar demi menjamin keselamatan dirinya dan loyalisnya.

Namun, Trump dikabarkan menolak sebagian besar permintaan itu. Dalam komunikasi singkat tersebut, Trump justru memberikan batas waktu seminggu bagi Maduro untuk hengkang dari Venezuela menuju negara tujuan pilihannya. Setelah batas waktu itu berakhir pada 28 November, Trump memutuskan menutup wilayah udara Venezuela pada 29 November sebagai bentuk tekanan lanjutan.

Trump sendiri mengonfirmasi bahwa ia memang melakukan percakapan telepon dengan Maduro, namun enggan menguraikan detailnya. Gedung Putih pun menolak berkomentar lebih jauh, sementara pemerintah Venezuela belum mengeluarkan pernyataan resmi mengenai laporan tersebut.

AS terus meningkatkan tekanan terhadap Caracas dalam beberapa bulan terakhir. Mulai dari operasi di laut Karibia untuk memerangi dugaan penyelundupan narkoba, ancaman intervensi militer, hingga penetapan Kartel de los Soles—yang menurut Washington dipimpin Maduro—sebagai organisasi teroris asing.

Maduro dan pejabatnya secara konsisten membantah tuduhan kriminal tersebut. Mereka menilai langkah AS sebagai upaya sistematis untuk menggulingkan pemerintah yang sah dan mengambil alih kendali atas sumber daya alam Venezuela, terutama minyak.

Di tengah meningkatnya ketegangan, Maduro menegaskan sikapnya saat berbicara di hadapan massa di Caracas pada 1 Desember. Ia bersumpah akan memberikan “kesetiaan mutlak” kepada rakyat Venezuela serta mempertahankan kedaulatan negara dari tekanan eksternal. Pernyataan itu menjadi penegasan bahwa, meski sempat membuka opsi mundur, Maduro tetap berupaya menunjukkan posisi kuat di hadapan pendukungnya. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *