Terowongan Gaza Dikepung, Hamas Desak Mediator

GAZA — Ketegangan di Jalur Gaza kembali mencuat setelah kelompok Hamas secara terbuka meminta negara-negara mediator untuk menekan Israel agar memberikan akses aman bagi puluhan anggotanya yang disebut masih terjebak di jaringan terowongan bawah tanah di wilayah selatan Gaza. Permohonan tersebut disampaikan di tengah meningkatnya tekanan militer Israel yang mengklaim telah menewaskan dan menangkap sejumlah anggota Hamas dalam operasi terbaru.

Dalam laporan yang dikutip AFP pada Jumat (28/11/2025), militer Israel menyebut pasukannya telah menembak mati lebih dari 20 anggota Hamas dalam sepekan terakhir. Mereka diketahui “berusaha melarikan diri dari infrastruktur bawah tanah di area tersebut”. Selain itu, delapan anggota Hamas lainnya berhasil ditangkap dalam operasi yang berlangsung di lokasi yang sama.

Pernyataan resmi Hamas pada Rabu (26/11/2025) menunjukkan pengakuan publik pertama bahwa para petempurnya masih berada dalam terowongan Gaza sejak gencatan senjata diberlakukan. “Kami menganggap (Israel) sepenuhnya bertanggung jawab atas nyawa para petempur kami dan menyerukan kepada para mediator kami untuk segera mengambil tindakan untuk menekan (Israel) agar mengizinkan putra-putra kami pulang,” demikian bunyi pernyataan itu.

Sumber media Israel menyebut ada sekitar 100 hingga 200 anggota Hamas yang terperangkap di dalam jaringan terowongan bawah tanah Kota Rafah, wilayah strategis di Gaza bagian selatan yang kini berada dalam pengawasan ketat pasukan militer Israel. Situasi ini memperlihatkan dinamika baru dalam konflik, terutama terkait nasib para kombatan yang disebut terkepung tanpa rute pelarian.

Menurut ketentuan gencatan senjata yang dimediasi oleh Amerika Serikat dan mulai berlaku sejak 10 Oktober, pasukan Israel seharusnya menarik diri dari wilayah pesisir hingga ke batas area yang disebut “garis kuning”. Namun, laporan lapangan menunjukkan bahwa kehadiran militer Israel masih dominan, terutama di wilayah selatan.

Utusan khusus Amerika Serikat, Steve Witkoff, dalam sebuah konferensi bisnis di Miami awal bulan ini, menyinggung soal “200 petempur yang terjebak di Rafah” dan menyebut kemungkinan penyerahan diri mereka sebagai “ujian” terhadap komitmen kedua pihak dalam pelaksanaan gencatan senjata.

Namun, pemerintah Israel menyatakan tidak akan memberikan akses aman bagi para anggota Hamas tersebut. Seorang juru bicara pemerintah Israel mengatakan kepada AFP bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu “tidak mengizinkan perjalanan aman bagi 200 teroris Hamas”. Ia menegaskan Netanyahu “tetap teguh pada pendiriannya untuk membongkar kemampuan militer Hamas dan melakukan demiliterisasi Jalur Gaza”.

Hamas menilai tindakan militer Israel telah melanggar kesepakatan gencatan senjata melalui “pengejaran, likuidasi, dan penangkapan para petempur perlawanan yang terkepung di terowongan Rafah”.

Situasi ini menambah ketidakpastian di tengah proses diplomasi yang sebelumnya diharapkan dapat mengurangi eskalasi konflik di wilayah tersebut. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *