Tom Lembong Pertanyakan Status Terdakwa Tunggal dalam Kasus Korupsi Importasi Gula

JAKARTA – Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015—2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, mempertanyakan alasan hanya dirinya yang dijadikan terdakwa dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan.
Ia menyoroti fakta bahwa penyidikan dalam kasus ini mencakup periode 2015—2023, sedangkan masa jabatannya sebagai mendag hanya berlangsung pada 2015—2016.
“Jika perkara yang didakwakan mencakup rentang waktu 2015 hingga 2023, maka seharusnya semua menteri perdagangan yang menjabat dalam periode tersebut juga diproses hukum secara setara. Sebab, mereka pun melakukan kebijakan yang sama dengan dasar hukum yang sama. Tidak bisa ada pemilihan selektif dalam kasus ini,” ujar Tom Lembong setelah sidang pembacaan tanggapan atas eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (11/3/2025).
Ia menilai bahwa perkara yang menjeratnya tidak mencerminkan prinsip kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law). Tom Lembong juga menegaskan bahwa ia tidak bersalah dan tidak melakukan pelanggaran hukum dalam kebijakan importasi gula selama masa jabatannya. Ia meyakini bahwa mantan menteri perdagangan lain dalam periode tersebut dapat membuktikan bahwa mekanisme importasi gula dilakukan sesuai prosedur yang berlaku.
Lebih lanjut, ia menyoroti tindakan Kejaksaan yang menurutnya tidak komprehensif dalam menangani kasus ini.
“Menjadikan seseorang sebagai tersangka atau terdakwa secara selektif itu tidak dapat dibenarkan. Importasi gula merupakan kebijakan umum yang sudah berlangsung lama, tetapi justru aspek ini diabaikan oleh penyidik,” katanya.
Dalam dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Tom Lembong dituduh merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar. Ia didakwa menerbitkan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah untuk periode 2015—2016 kepada 10 perusahaan tanpa melalui rapat koordinasi antar kementerian serta tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Surat persetujuan impor tersebut diduga diberikan kepada perusahaan yang tidak berhak mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih karena perusahaan-perusahaan tersebut merupakan produsen gula rafinasi.
Selain itu, Tom Lembong diduga tidak menunjuk badan usaha milik negara (BUMN) untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula. Sebagai gantinya, ia menunjuk beberapa koperasi, yakni Induk Koperasi Kartika (Imkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), serta Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI/Polri.
Atas perbuatannya, ia dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. Jika terbukti bersalah, ia terancam hukuman berat sesuai ketentuan yang berlaku. []
Nur Quratul Nabila A