Tompi Desak Reformasi Sistem Royalti Musik, Sebut Musisi Semakin Terbebani

JAKARTA – Polemik pembagian royalti musik kembali mencuat setelah penyanyi sekaligus dokter, Tompi, menyampaikan kritik keras terhadap tata kelola yang berlaku saat ini.
Ia menilai, mekanisme tersebut bukan hanya tidak adil, melainkan juga berpotensi menggerus kesejahteraan musisi.
Menurut Tompi, kewajiban pembayaran royalti kerap dirasakan memberatkan, bahkan bagi penyanyi yang tampil di panggung sederhana.
“Orang sekarang banyak teman-teman nyanyi kawinan aja jadi takut. Udah nyanyi kawinan dibayar Rp750 ribu masih diminta bayar lagi,” ujarnya dikutip dari RRI Net Official, Rabu (20/8/2025).
Lebih jauh, ia menilai sistem ini semakin janggal ketika musisi diwajibkan membayar saat menyanyikan karya mereka sendiri.
“Tapi yang paling mengerikan dari isu royalti ini tahu nggak apa? Saya mau nyanyi lagu sendiri, saya pun harus bayar,” kata Tompi.
Situasi tersebut, menurut pelantun Menghujam Jantungku itu, menunjukkan betapa mendesaknya reformasi di sektor royalti musik.
Ia menegaskan bahwa pengelolaan yang ada saat ini tidak memberikan kepastian bagi musisi.
“Yang saya setor bisa lebih gede daripada yang saya terima per tahun, kan gila ya. Ya udah saatnya lah digeser-geser tuh yang nggak ngeberes,” ujarnya.
Tompi mengingatkan bahwa persoalan royalti sebenarnya bukan masalah baru. Perdebatan soal tata kelola ini telah muncul sejak pemerintahan terdahulu, namun tidak kunjung melahirkan solusi konkret.
“Urusan royalti itu bukan barang baru sebenarnya. Royalti ini sudah urusan dari zaman presiden-presiden dulu juga udah diurusin,” tuturnya.
Sayangnya, diskusi yang selama ini dilakukan dinilainya tidak membawa perubahan berarti.
“Kita sudah dipanggil, duduk ngobrol berkali-kali tetapi selalu berujung dengan itu lagi itu lagi. Ya, yang duduk di bangkunya orangnya itu lagi itu lagi,” ungkapnya.
Sebagai jalan keluar, pemilik nama asli Teuku Adifitrian itu menyarankan adanya regenerasi dalam kepengurusan lembaga pengelola royalti.
“Gimana lu berharap perubahan? Rubah yang duduk baru akan berubah. Kita ngerubah kebiasaan makan pakai tangan kanan jadi tangan kiri aja susah. Apalagi ngerubah ideologi susah, nggak bakalan bisa,” katanya.
“Jadi mendingan orang-orang yang nggak bisa kerja keluarin, cari yang baru ya,” tandasnya. []
Nur Quratul Nabila A