Tradisi dan Inovasi Bersatu di Panggung Budaya Kaltim

ADVERTORIAL — Stadion Segiri Samarinda malam itu bersinar terang, bukan oleh lampu sorot biasa, tetapi oleh pancaran semangat budaya yang menyatu dalam gelaran Pembukaan Pekan Kebudayaan Daerah (PKD) Kalimantan Timur (Kaltim) 2025. Acara tahunan ini kembali digelar sebagai bentuk nyata keberpihakan daerah terhadap pelestarian budaya lokal, sekaligus upaya menguatkan jati diri masyarakat di tengah perubahan zaman, (Kamis, 19/06/2025).
Mengusung tema “Menjaga Warisan Behineka, untuk Harmoni Pilar Budaya Kaltim”, PKD 2025 menghadirkan representasi budaya dari tiga unsur utama yang menjadi kekuatan identitas Kalimantan Timur, yaitu budaya Keraton, budaya Pedalaman, dan budaya Pesisir. Ketiganya dipadukan dalam satu panggung, mencerminkan keragaman yang justru menjadi perekat sosial di Bumi Etam.
Acara pembukaan yang digelar pada Kamis malam tersebut dihadiri oleh tokoh-tokoh daerah, pelaku budaya, seniman, serta perwakilan komunitas dari berbagai kabupaten dan kota di Kaltim. Hadir pula Anggota DPRD Kalimantan Timur, Sarkowi V. Zahry, yang mewakili Ketua DPRD Kaltim. Dalam sambutannya, ia menekankan bahwa pelestarian budaya tidak cukup hanya dengan seremonial, tetapi harus didukung oleh regulasi, anggaran, dan penguatan peran generasi muda. “Warisan behineka adalah denyut nadi Kalimantan Timur. Budaya bukan hanya untuk dikenang, tetapi dihidupi dan diwariskan,” tegas Sarkowi, yang akrab disapa Owi.
Ia menambahkan bahwa DPRD Kaltim akan terus mendorong penguatan kebijakan berbasis pelestarian budaya, termasuk pengesahan perda pemajuan kebudayaan dan dukungan terhadap pelaku seni tradisi agar tetap produktif dan mampu beradaptasi dengan dinamika zaman.
Malam pembukaan PKD menjadi panggung kolaboratif antara tradisi dan inovasi. Pertunjukan tari klasik dari lingkungan Keraton Kutai, musik bambu dan petik dari pedalaman Dayak, serta tarian pesisir yang enerjik, seolah merangkai narasi kebhinekaan yang tumbuh dari akar-akar lokal. Penonton yang memadati stadion tampak antusias mengikuti alur pertunjukan yang dikemas secara modern namun tetap menjaga substansi tradisi.
Lebih dari sekadar tontonan, PKD 2025 dirancang sebagai ruang interaksi antarkomunitas budaya. Dalam beberapa hari ke depan, berbagai kegiatan seperti pameran kerajinan, workshop tari dan musik tradisional, hingga dialog budaya lintas generasi akan digelar. Forum ini sekaligus menjadi laboratorium sosial untuk membentuk kesadaran kolektif bahwa budaya adalah pilar utama pembangunan yang berkelanjutan.
Menurut panitia penyelenggara, tahun ini partisipasi komunitas lokal mengalami peningkatan signifikan, baik dari segi jumlah maupun kualitas keterlibatan. Hal ini menjadi indikator positif bahwa kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pelestarian budaya makin tumbuh, tidak hanya dari sisi pelaku tradisi, tetapi juga dari kalangan muda dan pelajar.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur bersama DPRD dan stakeholder lainnya turut memberikan dukungan penuh terhadap keberlangsungan PKD sebagai agenda tahunan. Selain sebagai media promosi budaya dan destinasi wisata, acara ini juga menjadi wahana memperkuat literasi kebudayaan di tengah masyarakat.
“PKD bukan hanya milik seniman atau pemerintah, tetapi milik seluruh masyarakat Kaltim. Kita harus menjadikannya sebagai simbol semangat gotong royong dalam menjaga jati diri daerah,” tambah Sarkowi.
Melalui kegiatan ini, Kalimantan Timur ingin menunjukkan kepada dunia bahwa keberagaman budaya bukan penghalang kemajuan, melainkan kekuatan kolektif untuk menghadapi masa depan. Di tengah pembangunan pesat yang terjadi, khususnya sebagai penyangga Ibu Kota Nusantara, Kaltim tak ingin kehilangan akar budayanya. Justru budaya lokal harus menjadi penopang utama dalam membangun peradaban baru yang berlandaskan kearifan lokal.
Dengan berbagai pertunjukan, diskusi, dan aktivitas kreatif yang digelar selama PKD, masyarakat diharapkan terlibat secara aktif, bukan hanya sebagai penonton, tetapi sebagai bagian dari gerakan pelestarian budaya itu sendiri. Karena menjaga budaya bukan tugas segelintir orang, melainkan tanggung jawab bersama. []
Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum