Transaksi Militer Pertama Era Trump: Taiwan Dapat Dukungan
WASHINGTON DC – Pemerintah Amerika Serikat kembali menempatkan hubungan keamanan dengan Taiwan dalam sorotan internasional setelah memberikan persetujuan awal untuk penjualan suku cadang jet tempur dan komponen perbaikan senilai US$ 330 juta. Langkah ini menjadi transaksi potensial pertama sejak Donald Trump resmi menjalani masa jabatan keduanya pada Januari lalu.
Dalam pernyataan resminya, Departemen Pertahanan AS (Pentagon) menegaskan bahwa paket penjualan tersebut memiliki fungsi strategis bagi Taipei, terutama untuk menjaga kesiapan operasional berbagai pesawat militernya yang sebagian besar merupakan buatan Amerika Serikat. “Penjualan yang diusulkan ini akan meningkatkan kemampuan penerima untuk menghadapi ancaman saat ini dan di masa mendatang, dengan menjaga kesiapan operasional armada F-16, C-130 (dan pesawat-pesawat lainnya),” demikian bunyi keterangan Pentagon pada Kamis (13/11/2025).
Keputusan awal ini muncul di tengah dinamika geopolitik yang kian memanas, khususnya terkait hubungan silang antara Washington, Beijing, dan Taipei. China secara konsisten mengklaim Taiwan sebagai wilayah kedaulatannya dan menolak menutup kemungkinan penggunaan kekuatan militer untuk mengambil alih pulau tersebut. Sebaliknya, Taiwan menegaskan bahwa masa depan mereka hanya dapat ditentukan oleh rakyat Taiwan sendiri.
Pengumuman mengenai paket penjualan ini juga hadir tidak lama setelah pertemuan antara Trump dan Presiden China Xi Jinping di Korea Selatan pada akhir bulan lalu. Pertemuan tersebut diarahkan untuk memperhalus ketegangan perdagangan kedua negara, namun spekulasi di Taipei sempat berkembang bahwa kepentingan Taiwan bisa saja dikorbankan dalam proses diplomasi itu.
Meski Amerika Serikat memiliki hubungan diplomatik formal dengan Beijing, Washington tetap mempertahankan relasi tidak resmi namun signifikan dengan Taipei, termasuk sebagai pemasok persenjataan utama bagi Taiwan. Namun kebijakan Trump terhadap pulau tersebut tampak berbeda dari pendahulunya. Pada September lalu, Trump menolak proposal bantuan militer senilai US$ 400 juta, sebuah keputusan yang memicu kekhawatiran baru mengenai komitmen Washington terhadap keamanan Taiwan.
Kebijakan tersebut kontras dengan pemerintahan sebelumnya. Di era Presiden Joe Biden, lebih dari US$ 2 miliar paket bantuan militer telah disetujui untuk Taiwan. Laporan The Washington Post menyebut bahwa Trump “tidak mendukung pengiriman senjata tanpa pembayaran”, yang juga tercermin dalam sikapnya terhadap bantuan untuk Ukraina.
Sumber laporan itu juga mengungkap bahwa pejabat pertahanan AS dan Taiwan sempat bertemu di Anchorage, Alaska, untuk membahas paket penjualan senjata bernilai miliaran dolar, mencakup drone, rudal, hingga peralatan sensor untuk memantau garis pantai Taiwan—bagian dari respons terhadap semakin agresifnya militer China di kawasan.
Meskipun kekhawatiran di Taipei meningkat sejak Trump kembali menjabat, sang presiden mengklaim bahwa Xi telah menyampaikan bahwa China tidak akan mengambil langkah invasi selama dirinya berada di Gedung Putih. Klaim ini belum dapat diverifikasi secara independen, namun tetap menjadi bagian dari dinamika politik yang membingkai hubungan trilateral antara AS, China, dan Taiwan.
Paket penjualan yang baru diumumkan ini—jika akhirnya disetujui secara penuh—dipandang sebagai sinyal bahwa Washington masih melihat stabilitas keamanan di Selat Taiwan sebagai kepentingan strategis jangka panjang. []
Siti Sholehah.
