Transformasi Ekonomi Kaltim Dimulai dari UMKM dan Ekonomi Hijau

SAMARINDA – Prospek pasar batu bara di Kalimantan Timur (Kaltim) kian tidak menentu. Harga ekspor komoditas tersebut ke negara tujuan utama seperti India dan Tiongkok terus menurun, berdampak langsung pada perlambatan laju pertumbuhan ekonomi daerah.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) Provinsi Kalimantan Timur, pertumbuhan ekonomi Kaltim pada triwulan I-2025 tercatat hanya sebesar 4,08 persen (year-on-year/yoy). Angka ini menurun cukup signifikan dibanding triwulan IV-2024 yang mencapai 6,12 persen (yoy). Kondisi serupa terjadi pada triwulan II-2025, di mana pertumbuhan ekonomi daerah berada di angka 4,69 persen (yoy) — masih di bawah capaian nasional sebesar 5,12 persen.

Situasi tersebut memperlihatkan bahwa ketergantungan ekonomi Kaltim terhadap sektor pertambangan, khususnya batu bara, perlu segera dikurangi. Transformasi menuju ekonomi nonmigas menjadi langkah mendesak dengan fokus pada penguatan sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta ekonomi hijau sebagai motor baru pertumbuhan ekonomi daerah.

Deputi Kepala Perwakilan BI Kaltim, Bayu Adi, menegaskan pentingnya peran UMKM dalam menopang perekonomian nasional.

“Secara nasional, UMKM berkontribusi sekitar 61 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), dan menyerap 97 persen tenaga kerja,” ujarnya saat ditemui di Convention Hall Sempaja Samarinda, Jalan Wahid Hasyim I, Jumat (7/11/2025).

Menurut Bayu, struktur Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kaltim masih terlalu bergantung pada sektor pertambangan yang menyumbang sekitar 38 persen. Ketergantungan ini menyebabkan fluktuasi ekonomi daerah sangat dipengaruhi oleh pergerakan harga komoditas dunia.

“Selama ekonomi kita masih bertumpu pada tambang, maka pertumbuhan Kaltim akan terus naik turun mengikuti harga batu bara,” jelasnya.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, BI Kaltim telah menyiapkan sejumlah langkah strategis dengan memperkuat sektor UMKM agar mampu naik kelas dan berdaya saing tinggi.

“Kami memiliki berbagai program seperti UMKM Go Ekspor, UMKM Hijau, dan UMKM Go Digital. Semua ini untuk memperkuat daya saing agar ekonomi Kaltim tidak hanya bergantung pada migas,” papar Bayu.

Selain pelatihan dan pendampingan rutin, BI juga menghadirkan berbagai wadah promosi dan pembiayaan, seperti Industri Kreatif Syariah (IKRA), Karya Kreatif Indonesia (KKI), serta program Business Matching Pembiayaan dan Edukasi Keuangan UMKM (BIMA ETAM) yang telah digelar di sejumlah daerah, termasuk Samarinda, Balikpapan, Bontang, dan Berau.

Bayu berharap, upaya ini dapat mempercepat pergeseran struktur ekonomi Kaltim menuju sektor yang lebih produktif dan berkelanjutan. “Kami ingin transformasi ekonomi Kaltim tidak lagi bergantung pada tambang, tetapi bertumpu pada UMKM dan ekonomi kreatif yang lebih tahan terhadap guncangan global,” pungkasnya. []

Penulis: Rifki Irlika Akbar | Penyunting: Aulia Setyaningrum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *