Transisi Energi Kaltim Tersendat, Regulasi Lemah

SAMARINDA – Upaya Kalimantan Timur (Kaltim) menuju energi bersih dinilai masih berjalan lambat meski pemerintah daerah telah menargetkan bauran energi terbarukan sebesar 79 persen pada 2045. Target ambisius ini bahkan melampaui target nasional sebesar 70 persen, namun realisasinya masih jauh dari optimal akibat lemahnya kebijakan pengawasan dan minimnya penerapan sanksi bagi industri berbasis energi fosil.

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalimantan Timur, Bambang Arwanto, saat ditemui di Kantor Disperindagkop Kaltim pada Senin (20/10/2025), menilai bahwa transisi energi belum berjalan efektif karena belum ada aturan tegas berupa punishment bagi perusahaan yang belum beralih dari energi fosil ke energi terbarukan.

Menurutnya, kebijakan tanpa sanksi membuat banyak perusahaan enggan berubah. Ia mencontohkan, penerapan pajak karbon seharusnya menjadi langkah konkret agar pelaku industri terdorong mengurangi jejak karbon mereka. Namun, hingga kini penerapannya belum efektif di tingkat nasional.

Bambang juga menyebut bahwa meskipun program B40 di Kaltim telah menunjukkan hasil positif, sejumlah pelaku industri energi baru terbarukan masih terkendala kekurangan bahan baku, sehingga proses produksi belum maksimal. Kondisi ini menjadi tantangan serius dalam mencapai target energi hijau. Kekurangan bahan baku ini menimbulkan risiko bagi keberlanjutan proyek energi terbarukan, terutama bagi perusahaan skala menengah yang masih bergantung pada suplai lokal.

Selain itu, meski potensi energi surya dan mikrohidro di Kaltim cukup besar, investasi di sektor tersebut masih terbatas pada wilayah tertentu seperti Sungai Belayan dan Sungai Boh yang masuk dalam proyek strategis nasional. Di sisi lain, belum semua daerah di Kaltim siap menjalankan proyek serupa karena keterbatasan infrastruktur dan pendanaan. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antarwilayah dalam kesiapan menghadapi transisi energi, baik dari sisi teknologi maupun regulasi.

Dari sisi masyarakat, penggunaan kompor listrik dan kendaraan listrik memang mulai meningkat, namun kontribusinya terhadap total bauran energi masih tergolong kecil. Bambang menilai diperlukan strategi lebih agresif dan terintegrasi antara pemerintah pusat, daerah, dan swasta agar transisi energi tidak hanya berhenti pada rencana. “Tanpa instrumen hukum yang tegas, transisi energi akan sulit bergerak cepat,” ujarnya menegaskan.

Dengan semakin menurunnya permintaan batu bara secara global—diprediksi berkurang 20 persen pada 2030 dan 70 persen pada 2045—Kalimantan Timur dihadapkan pada tantangan untuk bertransformasi lebih cepat agar tidak tertinggal dalam gelombang perubahan energi dunia. Para pakar menekankan pentingnya inovasi, investasi berkelanjutan, dan kepastian hukum sebagai kunci sukses transisi energi di Kaltim.

Kondisi ini menunjukkan bahwa meski target energi bersih terlihat menjanjikan, langkah konkret dari pemerintah dan pelaku industri masih harus ditingkatkan. Keterlibatan semua pihak, termasuk masyarakat, sektor swasta, dan lembaga internasional, menjadi kunci agar Kalimantan Timur dapat mewujudkan masa depan energi yang bersih, efisien, dan berkelanjutan. []

Penulis: Rifky Irlika Akbar | Penyunting: Aulia Setyaningrum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *