Trump dan Harris Berdebat Sengit: Tuduhan Terhadap Trump Mengagumi Diktator dan Penegasan Harris
JAKARTA – Calon Presiden Amerika Serikat dari Demokrat, Kamala Harris, menuding lawannya dari Partai Republik, Donald Trump, terkenal mengidolakan diktator dunia.
Dalam debat capres AS pada Selasa (10/9/2024) malam waktu lokal, Harris mengatakan bahwa sudah menjadi rahasia umum bahwa Trump mengagumi diktator dan menuding sang rival pernah mengungkapkan keinginan menjadi seorang diktator di masa depan.
Harris bahkan mengklaim “kedekatan” Trump dengan Presiden Rusia Vladimir Putin hingga Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong Un, dua pemimpin negara musuh AS.
“Sudah banyak yang tahu bahwa ia mengagumi para diktator, ingin menjadi diktator sejak hari pertama menurut perkataan dirinya sendiri. Sudah diketahui pula bahwa ia mengatakan kepada Putin bahwa dia dapat melakukan apapun yang ia inginkan termasuk ke Ukraina,” ucap Harris dalam debat.
“Sudah diketahui pula bahwa ia (Trump) bertukar surat cinta dengan Kim Jong un. Dan sudah diketahui dengan pasti bahwa para diktator dan otokrat ini mendukung Anda untuk menjadi presiden lagi karena mereka sangat jelas dapat memanipulasi Anda dengan sanjungan dan bantuan,” ujar Harris menambahkan seperti dikutip ABC News.
Serangan itu ditujukan Harris kepada Trump setelah sang rival mengklaim bahwa dirinya membenci Israel. Trump mengatakan Israel akan lenyap jika Kamala Harris terpilih sebagai Presiden AS.
Trump bahkan menyebut perang di Jalur Gaza tidak akan terjadi, jika dia yang terpilih kembali menjadi presiden.
“Dia (Kamala Harris) membenci Israel,” kata Trump dalam debat capres AS yang digelar di Pennsylvania itu.
“Pada saat yang sama, dengan caranya sendiri, dia membenci penduduk Arab karena seluruh tempat itu akan hancur. Orang Arab, orang Yahudi, Israel. Israel akan lenyap,” imbuh Trump.
Israel merupakan sekutu dekat AS. Sementara itu, sikap Gedung Putih terhadap Israel kerap menjadi menjadi salah satu patokan pemilih AS dalam memilih capres yang akan didukung.
Sementara itu, AS saat ini terus berada di bawah tekanan lantaran Israel masih terus melancarkan agresi brutalnya ke Jalur Gaza Palestina.
Meski AS menyatakan dukungannya terhadap Israel untuk “mempertahankan diri” dari serangan Hamas pada 7 Oktober lalu, Gedung Putih terus menekan Tel Aviv agar meminimalisir korban sipil dan mendukung gencatan sejata di Gaza. []
Nur Quratul Nabila A