Trump Peringatkan Maduro, Rusia Nyatakan Dukungan Penuh
JAKARTA – Ketegangan antara Amerika Serikat dan Venezuela kembali meningkat setelah Presiden AS Donald Trump melontarkan pernyataan keras terhadap Presiden Venezuela Nicolas Maduro. Dalam situasi yang kian memanas, Trump menyebut akan “bijaksana” bagi Maduro untuk mundur dari jabatannya. Pernyataan tersebut disampaikan beriringan dengan langkah Washington yang memerintahkan angkatan lautnya untuk memblokade kekayaan minyak Venezuela, sebuah kebijakan yang berpotensi memperlebar konflik di kawasan Amerika Latin.
Pernyataan Trump disampaikan pada Senin (22/12/2025) di Florida, di tengah meningkatnya tekanan militer dan ekonomi terhadap Caracas. Langkah tersebut langsung mendapat sorotan internasional karena dinilai dapat memicu instabilitas regional, mengingat Venezuela merupakan salah satu negara dengan cadangan minyak terbesar di dunia.
Ketika ditanya wartawan apakah tekanan Washington dimaksudkan untuk memaksa Maduro mengundurkan diri setelah 12 tahun berkuasa, Trump menegaskan keputusan ada di tangan pemimpin Venezuela tersebut.
“Itu terserah dia, apa yang ingin dia lakukan. Saya pikir akan bijaksana baginya untuk melakukan itu.”
Namun, Trump juga menyampaikan peringatan bernada ancaman apabila Caracas memilih mengambil sikap konfrontatif terhadap Washington.
“Jika dia ingin melakukan sesuatu — jika dia bersikap keras, itu akan menjadi terakhir kalinya dia bisa bersikap keras.”
Pernyataan tersebut menandai sikap agresif pemerintahan AS yang tidak hanya mengandalkan sanksi ekonomi, tetapi juga kekuatan militer untuk menekan pemerintah Venezuela. Sejak beberapa bulan terakhir, AS memang meningkatkan operasi angkatan lautnya di kawasan Laut Karibia dan Pasifik timur, yang diklaim sebagai upaya memerangi penyelundupan narkoba.
Di sisi lain, Rusia sebagai sekutu utama Venezuela segera menyatakan dukungan penuh terhadap pemerintahan Maduro. Moskow menilai langkah Washington berpotensi memperburuk keamanan kawasan dan mengganggu pelayaran internasional.
Dalam komunikasi diplomatik tingkat tinggi, para pejabat Rusia dan Venezuela secara terbuka mengecam tindakan AS. Percakapan antara Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dan Menteri Luar Negeri Venezuela Yvan Gil menyoroti kekhawatiran atas meningkatnya operasi militer Washington.
“Para menteri menyatakan keprihatinan mendalam mereka atas peningkatan tindakan Washington di Laut Karibia, yang dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi kawasan tersebut dan mengancam pelayaran internasional,” kata Kementerian Luar Negeri Rusia mengenai percakapan telepon tersebut.
Rusia menegaskan posisinya sebagai pendukung utama Caracas di tengah tekanan internasional.
“Pihak Rusia menegaskan kembali dukungan penuh dan solidaritasnya kepada kepemimpinan dan rakyat Venezuela dalam konteks saat ini,” tambahnya dalam sebuah pernyataan.
Sejak September, AS diketahui telah melakukan serangan terhadap kapal-kapal yang dituding sebagai bagian dari jaringan penyelundupan narkoba. Namun, operasi tersebut menuai kontroversi karena dilaporkan menewaskan lebih dari 100 orang, termasuk nelayan sipil, berdasarkan keterangan keluarga korban dan pemerintah setempat.
Situasi semakin rumit setelah Trump, pada 16 Desember, mengumumkan blokade terhadap “kapal-kapal minyak yang dikenai sanksi” yang keluar dan masuk Venezuela. Washington menuding pemerintah Maduro menggunakan pendapatan minyak untuk mendanai kejahatan lintas negara.
Trump mengklaim Caracas memanfaatkan uang minyak untuk membiayai “terorisme narkoba, perdagangan manusia, pembunuhan, dan penculikan.” Ia juga menuduh Venezuela telah mengambil “semua minyak kami” dan menyatakan, “kami menginginkannya kembali,” sebuah pernyataan yang merujuk pada nasionalisasi sektor perminyakan Venezuela.
Sementara itu, pemerintah Venezuela membantah seluruh tudingan tersebut dan menilai langkah AS sebagai upaya terang-terangan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Caracas bahkan menuduh Washington melakukan “pembajakan internasional” melalui penyitaan kapal tanker minyak.
Ketegangan yang melibatkan kekuatan besar ini dinilai berpotensi menciptakan dampak luas, tidak hanya bagi Venezuela, tetapi juga stabilitas politik, ekonomi, dan keamanan di kawasan Amerika Latin serta jalur perdagangan internasional. []
Siti Sholehah.
