Trump Tuduh China, Rusia, Korut Bersekongkol Lawan AS
WASHINGTON – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali melontarkan pernyataan kontroversial. Ia menuduh China, Rusia, dan Korea Utara berkonspirasi melawan Washington.
Tuduhan itu ia sampaikan bersamaan dengan berlangsungnya parade militer berskala besar di Beijing, Rabu (3/9/2025), yang tidak mengundangnya sebagai kepala negara.
Parade militer yang digelar di ibu kota China tersebut merupakan peringatan kemenangan atas Jepang pada Perang Dunia II.
Acara itu disebut sebagai salah satu perayaan militer terbesar dalam beberapa dekade terakhir.
Lewat akun media sosial pribadinya, Trump menyampaikan pesan bernada sindiran.
“Banyak warga Amerika gugur dalam perjuangan China meraih Kemenangan dan Kejayaan. Saya harap mereka dihormati dan dikenang atas keberanian dan pengorbanan mereka!” tulis Trump melalui Truth Social @realDonaldTrump.
Dalam unggahan yang sama, ia juga menyampaikan ucapan selamat kepada Presiden China Xi Jinping.
“Hari perayaan yang agung dan abadi,” tulisnya.
Namun, Trump kemudian menambahkan kalimat yang menimbulkan sorotan internasional: “Sampaikan salam hangat saya kepada Vladimir Putin dan Kim Jong-un, saat kalian berkonspirasi melawan Amerika Serikat.”
Pernyataan itu segera memicu reaksi. Dari Moskow, ajudan kebijakan luar negeri Presiden Vladimir Putin, Yury Ushakov, menilai komentar Trump tidak perlu ditanggapi serius.
“Tidak ada yang merencanakan konspirasi di sini,” kata Ushakov, dikutip Russia Today, Kamis (4/9/2025).
Ia menambahkan, “Saya dapat memastikan bahwa semua orang tahu peran AS, pemerintahan Trump, dan presiden secara pribadi dalam urusan internasional saat ini.”
Meski begitu, komentar Trump dinilai menambah panas hubungan antara Washington dengan Beijing dan Moskow yang sejak lama berada dalam ketegangan akibat perang dagang, sanksi ekonomi, hingga konflik Ukraina.
Hubungan AS dengan China dan Rusia belakangan kerap diwarnai saling tuding. Pada Agustus lalu, Trump sempat bertemu Putin di Alaska untuk membicarakan kemungkinan gencatan senjata di Ukraina.
Walau tanpa terobosan berarti, kedua pihak menyebut pertemuan itu sebagai langkah positif dalam membuka kembali jalur komunikasi.
Namun, parade militer Beijing yang tidak mengundang Trump dipandang sebagian analis sebagai simbol renggangnya hubungan.
Trump pun menggunakan momentum itu untuk mengkritik sekaligus menyindir keras tiga negara yang kerap menjadi lawan politik AS di panggung global.
Sementara itu, dalam pertemuan puncak Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) yang digelar awal pekan ini, Presiden Xi Jinping kembali menegaskan perlunya membangun sistem internasional yang lebih adil.
Xi menyatakan, dunia harus mengakhiri apa yang ia sebut sebagai “mentalitas Perang Dingin” yang hanya memperuncing konflik antarnegara.
Pandangan ini kerap dipandang sebagai kritik terselubung terhadap kebijakan luar negeri AS yang mengandalkan sanksi sepihak dan tekanan ekonomi.
Sejumlah pengamat menilai, tuduhan Trump dan respons negara-negara lain mencerminkan semakin tajamnya polarisasi global.
Di satu sisi, AS ingin tetap memegang peran dominan, sementara China dan Rusia bersama mitra strategis mereka mendorong terbentuknya tatanan dunia multipolar.
Trump sendiri diyakini akan terus menggunakan isu-isu internasional untuk memperkuat posisi politik domestiknya.
Namun, cara penyampaian yang kerap frontal dan penuh sindiran membuat pernyataannya memicu kontroversi dan interpretasi beragam di panggung global. []
Nur Quratul Nabila A
