Turki Jadi Jembatan Kemanusiaan di Tengah Konflik Gaza-Israel
GAZA CITY – Upaya diplomasi Turki kembali menjadi sorotan dunia internasional setelah Ankara dikabarkan berperan penting dalam memfasilitasi pemulangan jenazah seorang tentara Israel yang tewas dalam perang Gaza 2014, sekaligus tengah berusaha mengevakuasi sekitar 200 warga sipil yang terjebak di jaringan terowongan Jalur Gaza. Langkah ini disebut sebagai bagian dari komitmen Turki untuk menjaga stabilitas dan memperkuat gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
Pada Minggu (09/11/2025) waktu setempat, pihak Israel mengonfirmasi bahwa mereka telah menerima jenazah perwira militernya, Hadar Goldin, yang tewas dalam penyergapan di Gaza pada tahun 2014. Pemulangan jenazah tersebut dilakukan melalui koordinasi dengan Komite Palang Merah Internasional (ICRC), setelah negosiasi yang melibatkan Turki sebagai mediator.
“Ankara berhasil memfasilitasi pemulangan jenazah Hadar Goldin ke Israel setelah upaya intensif yang mencerminkan komitmen Hamas yang jelas terhadap gencatan senjata,” ujar seorang pejabat senior Turki yang enggan disebut namanya, seperti dilansir Reuters, Senin (10/11/2025).
Pejabat itu menambahkan bahwa Turki kini fokus untuk memastikan keselamatan sekitar 200 warga sipil yang masih terjebak di terowongan bawah tanah di Gaza.
“Pada saat yang sama, kami berupaya memastikan perjalanan yang aman bagi sekitar 200 warga sipil yang saat ini terjebak di terowongan,” katanya menegaskan.
Sebagai salah satu pihak yang menandatangani kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas bulan lalu—yang juga didukung oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump—Turki memosisikan diri sebagai jembatan diplomatik yang menekankan solusi kemanusiaan. Selama ini, Ankara memang dikenal memiliki hubungan dekat dengan Hamas dan secara konsisten mengecam operasi militer Israel di Gaza.
Sementara itu, situasi di lapangan masih jauh dari stabil. Hamas menegaskan bahwa para petempurnya yang bertahan di Rafah, wilayah yang kini dikuasai pasukan Israel, tidak akan menyerah dalam kondisi apa pun.
“Musuh harus mengetahui bahwa konsep menyerah dan menyerahkan diri tidak ada dalam kamus Brigade al-Qassam,” tegas pernyataan resmi Hamas.
Krisis yang mengancam kelanjutan gencatan senjata turut menarik perhatian mediator dari Mesir. Seorang pejabat keamanan Kairo mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengajukan usulan kompromi, yakni agar para petempur Hamas menyerahkan senjata mereka kepada Mesir dan mengungkap lokasi terowongan bawah tanah di Rafah sebagai imbalan atas akses kemanusiaan yang aman.
Hamas belum memberikan respons resmi atas tawaran itu, namun melalui pernyataan terpisah, kelompok tersebut mengingatkan agar para mediator menemukan solusi konkret demi mencegah pelanggaran gencatan senjata.
“Kami menempatkan para mediator di atas tanggung jawab mereka, dan mereka harus menemukan solusi untuk memastikan kelanjutan gencatan senjata dan mencegah musuh menggunakan dalih yang lemah untuk melanggarnya,” sebut Hamas.
Langkah Turki yang berfokus pada penyelamatan warga sipil serta diplomasi lintas pihak ini menjadi titik krusial dalam menentukan masa depan perdamaian di Jalur Gaza yang hingga kini masih bergejolak. []
Siti Sholehah.
