Ulama Tariq al-Suwaidan Kehilangan Status Warga Kuwait
JAKARTA – Keputusan Pemerintah Kuwait mencabut status kewarganegaraan puluhan warganya kembali menyorot perhatian internasional. Sebanyak 24 orang, termasuk pendakwah berpengaruh Tariq al-Suwaidan, kehilangan kewarganegaraan mereka berdasarkan sebuah dekrit resmi yang terbit dalam buletin Kuwait Today. Meski langkah ini dipublikasikan secara terbuka, dasar pencabutan tersebut tidak dijelaskan secara rinci oleh otoritas negara.
Dekrit tersebut, sebagaimana diberitakan oleh Middle East Monitor dan The New Arab pada Selasa (09/12/2025), ditandatangani langsung oleh Emir Kuwait Sheikh Mishal Al-Ahmad Al-Jaber Al-Sabah. Penetapan itu diambil setelah adanya rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri serta persetujuan penuh Dewan Menteri Kuwait. Dengan demikian, proses pencabutan kewarganegaraan ini menjadi keputusan negara yang sangat formal dan didukung struktur pemerintahan tertinggi Kuwait.
Dekrit bernomor 227 tahun 2025 memuat keputusan pencabutan kewarganegaraan terhadap Tariq Mohammed al-Saleh al-Suwaidan, termasuk semua individu yang memperoleh kewarganegaraan melalui garis ketergantungan dari dirinya. Disebutkan dalam dokumen tersebut, “Berdasarkan rekomendasi Wakil Perdana Menteri dan Menteri Dalam Negeri, dan dengan persetujuan kabinet, dengan ini kami menetapkan hal berikut — kewarganegaraan Kuwait dicabut dari Tariq Mohammed al-Saleh al-Suwaidan dan dari siapa pun yang memperoleh kewarganegaraan melalui ketergantungan”.
Keputusan ini menambah panjang daftar warga Kuwait yang kehilangan kewarganegaraannya dalam satu dekade terakhir. Al-Suwaidan, yang dikenal luas sebagai salah satu pendakwah Islam paling berpengaruh di wilayah Teluk, tidak hanya aktif dalam ceramah agama tetapi juga memiliki kiprah besar dalam bidang penulisan, media, serta pendidikan. Kedudukannya yang menonjol di kancah internasional pernah mengantarkannya masuk daftar 500 Muslim paling berpengaruh di dunia selama tiga tahun berturut-turut, yakni 2022, 2023, dan 2024.
Meski begitu, pemerintah Kuwait tetap tidak memberikan penjelasan resmi mengenai alasan spesifik pencabutan statusnya. Dalam catatan sejarah Kuwait, pencabutan kewarganegaraan dapat dilakukan atas berbagai alasan, termasuk kewarganegaraan ganda, pemalsuan dokumen, tindak kriminal tertentu, hingga pertimbangan keamanan nasional. Dalam beberapa kasus, tindakan ini diambil ketika individu dianggap berupaya melemahkan rezim yang berkuasa.
Sejak pembentukan Komite Tinggi untuk Investigasi Kewarganegaraan Kuwait, lebih dari 60.000 orang telah kehilangan kewarganegaraan mereka. Angka yang besar ini menunjukkan betapa selektifnya negara tersebut dalam menentukan legitimasi warganya. Namun, keputusan terbaru terhadap Al-Suwaidan memunculkan kekhawatiran baru mengenai ruang kebebasan berekspresi di negara tersebut.
Pada 2013, Al-Suwaidan pernah diberhentikan dari Al-Resalah TV karena pernyataannya yang mengakui afiliasi dengan kelompok Ikhwanul Muslimin, organisasi yang dilarang di sejumlah negara Teluk. Ia juga pernah berhadapan dengan kasus hukum setelah dituduh menghina negara Teluk lainnya di media sosial. Tahun lalu, jaksa Kuwait mendakwanya atas tuduhan serupa sebelum pengadilan memutuskan membebaskannya pada Juli 2024.
Dengan riwayat kritik yang sering ia suarakan kepada Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, pengamat menilai pencabutan kewarganegaraan ini bisa jadi memiliki dimensi politik. Namun demikian, tanpa penjelasan resmi dari otoritas Kuwait, motif keputusan tersebut masih menyisakan pertanyaan besar. []
Siti Sholehah.
