Ultimatum Trump Diabaikan, Rusia Terus Serang Ukraina

JAKARTA — Tekanan dari Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump tak cukup menggoyahkan tekad Rusia.

Presiden Vladimir Putin dilaporkan tetap melanjutkan operasi militernya di Ukraina meski menghadapi ultimatum keras dan ancaman sanksi ekonomi dari Gedung Putih.

Mengutip laporan Reuters yang diperoleh dari tiga sumber dekat Kremlin, sikap Putin dilandasi oleh pandangan bahwa belum ada keseriusan dari pihak Barat untuk menjajaki solusi damai secara nyata.

Bahkan, komunikasi intensif dengan Presiden Trump belum menyentuh substansi dari tuntutan Rusia.

“Putin merasa tidak ada pihak yang serius bicara soal perdamaian dengannya — termasuk Amerika Serikat. Jadi dia akan terus maju sampai mendapat apa yang diinginkan,” ujar salah satu sumber.

Putin disebut sudah beberapa kali berdialog langsung dengan Trump dan juga menerima utusan khusus AS, Steve Witkoff.

Namun, diskusi yang ada masih terbatas pada aspek teknis, belum sampai pada pokok-pokok perdamaian yang diajukan Moskow.

Di sisi lain, Trump menegaskan pendekatan agresifnya terhadap Rusia. Ia mengultimatum Putin untuk menyepakati gencatan senjata dalam waktu 50 hari, atau menghadapi gelombang sanksi dan tarif tambahan yang lebih berat dari sebelumnya.

“Tidak seperti Biden, Presiden Trump berfokus pada penghentian pembunuhan. Putin akan menghadapi sanksi dan tarif yang berat jika tidak menyetujui gencatan senjata,” kata juru bicara Gedung Putih, Anna Kelly.

Ancaman Trump termasuk pemberlakuan tarif hingga 100% atas barang-barang Rusia serta sanksi sekunder terhadap negara-negara yang masih membeli produk ekspor Moskow, termasuk minyak mentah.

Namun, Kremlin menilai bahwa langkah itu tidak akan berdampak signifikan terhadap jalur distribusi mereka.

Sumber Rusia menyebut bahwa Putin tetap yakin dengan ketahanan ekonomi dan militernya.

Selain itu, dukungan dari negara-negara besar seperti China dan India dalam pembelian minyak membuat Rusia tetap mampu menjaga stabilitas perdagangan strategisnya.

Adapun syarat-syarat perdamaian yang diajukan Rusia antara lain mencakup penghentian ekspansi NATO ke wilayah timur, status netral bagi Ukraina, pengakuan terhadap wilayah yang sudah dikuasai Moskow, serta perlindungan hak bagi penutur bahasa Rusia di wilayah sengketa.

Meski membuka kemungkinan adanya jaminan keamanan multilateral bagi Ukraina, bentuk konkret dari tawaran tersebut belum diungkapkan sepenuhnya.

Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky bersikukuh bahwa Kyiv tidak akan menyerahkan kedaulatannya atas wilayah yang diduduki Rusia. Ia juga menegaskan bahwa Ukraina tetap berhak bergabung dengan NATO.

Putin saat ini menguasai hampir 20% wilayah Ukraina, termasuk seluruh Krimea, Luhansk, sebagian besar Donetsk, Zaporizhzhia, dan Kherson.

Dalam tiga bulan terakhir, pasukan Rusia dilaporkan berhasil memperluas penguasaan atas lebih dari 1.400 kilometer persegi wilayah tambahan.

“Jika Ukraina tidak memberikan perlawanan keras, Putin bisa memperluas ambisinya hingga Dnipropetrovsk, Sumy, dan Kharkiv,” ujar sumber tersebut.

Kendati perang terus berkecamuk dan menjadi konflik terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II, ekonomi Rusia menunjukkan ketangguhan.

Kementerian Ekonomi Rusia bahkan memproyeksikan pertumbuhan sebesar 2,5% pada tahun ini, meskipun turun dari angka 4,3% pada tahun sebelumnya.

Meski tekanan internasional terus meningkat, tanda-tanda berakhirnya konflik belum terlihat dalam waktu dekat.

“Perang ini belum akan berhenti,” tutup salah satu sumber internal Kremlin. []

Nur Quratul Nabila A

WELLINGTON — Kasus medis tak biasa terjadi di Selandia Baru setelah seorang remaja laki-laki berusia 13 tahun menelan hingga 100 magnet kecil berkekuatan tinggi yang dibelinya melalui platform belanja daring Temu. Aksi berbahaya tersebut berujung pada operasi besar setelah magnet-magnet itu menyebabkan kerusakan serius pada organ dalam tubuhnya. Remaja itu semula dibawa ke Rumah Sakit Tauranga, Pulau Utara, karena mengalami nyeri perut selama empat hari. Setelah dilakukan pemeriksaan medis, dokter menemukan adanya kumpulan magnet di dalam usus. “Dia mengungkapkan telah menelan sekitar 80–100 magnet berkekuatan tinggi (neodymium) berukuran 5×2 milimeter sekitar satu minggu sebelumnya,” tulis laporan di New Zealand Medical Journal, Jumat (24/10/2025). Magnet neodymium tersebut sejatinya sudah dilarang beredar di Selandia Baru sejak 2013 karena risiko keselamatan yang tinggi, terutama bagi anak-anak. Namun, laporan mengungkapkan bahwa remaja ini masih bisa membelinya secara daring melalui Temu, salah satu platform e-commerce asal Tiongkok yang tengah populer secara global. Hasil sinar-X memperlihatkan magnet-magnet itu menggumpal membentuk empat garis lurus di dalam perut sang remaja. “Ini tampaknya berada di bagian usus yang terpisah namun saling menempel akibat gaya magnet,” ujar pihak medis. Kondisi itu menyebabkan nekrosis, atau kematian jaringan, di empat area usus halus dan sekum, bagian dari usus besar. Tim dokter bedah kemudian melakukan operasi pengangkatan jaringan mati sekaligus mengeluarkan seluruh magnet dari tubuh pasien. Setelah menjalani perawatan intensif selama delapan hari, remaja tersebut akhirnya diperbolehkan pulang. Dalam laporan medisnya, dokter Binura Lekamalage, Lucinda Duncan-Were, dan Nicola Davis menulis bahwa kasus ini menjadi pengingat bahaya besar yang bisa timbul dari akses bebas anak-anak terhadap produk berisiko di pasar online. “Kasus ini tidak hanya menyoroti bahaya konsumsi magnet, tetapi juga bahaya pasar daring bagi populasi anak-anak kita,” tulis mereka. Selain itu, para ahli juga memperingatkan kemungkinan komplikasi jangka panjang akibat insiden ini, termasuk sumbatan usus, hernia perut, serta nyeri kronis yang dapat muncul di kemudian hari. Menanggapi laporan tersebut, pihak Temu menyampaikan penyesalan dan berjanji akan menyelidiki kasus ini secara menyeluruh. “Kami telah meluncurkan tinjauan internal dan menghubungi penulis artikel New Zealand Medical Journal untuk mendapatkan informasi lebih lanjut,” ujar juru bicara Temu dalam pernyataan resminya. Namun, Temu menyebut belum dapat memastikan apakah magnet yang digunakan anak tersebut benar-benar dibeli melalui platform mereka. “Meskipun demikian, tim kami sedang meninjau daftar produk yang relevan untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap peraturan keselamatan setempat,” tambahnya. Temu, yang merupakan raksasa e-commerce asal Tiongkok, beberapa kali dikritik di pasar internasional, termasuk di Uni Eropa, karena dinilai belum cukup tegas dalam menyaring produk berbahaya atau ilegal yang beredar di platformnya. Kasus ini menegaskan pentingnya pengawasan orang tua terhadap aktivitas belanja dan penggunaan internet oleh anak-anak, sekaligus menjadi peringatan bahwa satu klik di dunia digital bisa berujung pada konsekuensi serius di dunia nyata.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Lainnya

WELLINGTON — Kasus medis tak biasa terjadi di Selandia Baru setelah seorang remaja laki-laki berusia 13 tahun menelan hingga 100 magnet kecil berkekuatan tinggi yang dibelinya melalui platform belanja daring Temu. Aksi berbahaya tersebut berujung pada operasi besar setelah magnet-magnet itu menyebabkan kerusakan serius pada organ dalam tubuhnya. Remaja itu semula dibawa ke Rumah Sakit Tauranga, Pulau Utara, karena mengalami nyeri perut selama empat hari. Setelah dilakukan pemeriksaan medis, dokter menemukan adanya kumpulan magnet di dalam usus. “Dia mengungkapkan telah menelan sekitar 80–100 magnet berkekuatan tinggi (neodymium) berukuran 5×2 milimeter sekitar satu minggu sebelumnya,” tulis laporan di New Zealand Medical Journal, Jumat (24/10/2025). Magnet neodymium tersebut sejatinya sudah dilarang beredar di Selandia Baru sejak 2013 karena risiko keselamatan yang tinggi, terutama bagi anak-anak. Namun, laporan mengungkapkan bahwa remaja ini masih bisa membelinya secara daring melalui Temu, salah satu platform e-commerce asal Tiongkok yang tengah populer secara global. Hasil sinar-X memperlihatkan magnet-magnet itu menggumpal membentuk empat garis lurus di dalam perut sang remaja. “Ini tampaknya berada di bagian usus yang terpisah namun saling menempel akibat gaya magnet,” ujar pihak medis. Kondisi itu menyebabkan nekrosis, atau kematian jaringan, di empat area usus halus dan sekum, bagian dari usus besar. Tim dokter bedah kemudian melakukan operasi pengangkatan jaringan mati sekaligus mengeluarkan seluruh magnet dari tubuh pasien. Setelah menjalani perawatan intensif selama delapan hari, remaja tersebut akhirnya diperbolehkan pulang. Dalam laporan medisnya, dokter Binura Lekamalage, Lucinda Duncan-Were, dan Nicola Davis menulis bahwa kasus ini menjadi pengingat bahaya besar yang bisa timbul dari akses bebas anak-anak terhadap produk berisiko di pasar online. “Kasus ini tidak hanya menyoroti bahaya konsumsi magnet, tetapi juga bahaya pasar daring bagi populasi anak-anak kita,” tulis mereka. Selain itu, para ahli juga memperingatkan kemungkinan komplikasi jangka panjang akibat insiden ini, termasuk sumbatan usus, hernia perut, serta nyeri kronis yang dapat muncul di kemudian hari. Menanggapi laporan tersebut, pihak Temu menyampaikan penyesalan dan berjanji akan menyelidiki kasus ini secara menyeluruh. “Kami telah meluncurkan tinjauan internal dan menghubungi penulis artikel New Zealand Medical Journal untuk mendapatkan informasi lebih lanjut,” ujar juru bicara Temu dalam pernyataan resminya. Namun, Temu menyebut belum dapat memastikan apakah magnet yang digunakan anak tersebut benar-benar dibeli melalui platform mereka. “Meskipun demikian, tim kami sedang meninjau daftar produk yang relevan untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap peraturan keselamatan setempat,” tambahnya. Temu, yang merupakan raksasa e-commerce asal Tiongkok, beberapa kali dikritik di pasar internasional, termasuk di Uni Eropa, karena dinilai belum cukup tegas dalam menyaring produk berbahaya atau ilegal yang beredar di platformnya. Kasus ini menegaskan pentingnya pengawasan orang tua terhadap aktivitas belanja dan penggunaan internet oleh anak-anak, sekaligus menjadi peringatan bahwa satu klik di dunia digital bisa berujung pada konsekuensi serius di dunia nyata.