UMKM Dayak Samarinda Buktikan Fashion Tradisional Tak Kalah Tren

SAMARINDA – Di tengah derasnya arus industri fashion modern dan produk massal, kiprah para pelaku usaha tradisional di Kalimantan Timur tetap menunjukkan taringnya. Salah satunya adalah Maria Sumarni, pemilik Penjahit Dayak di Jalan Senggani Salam, Gang Gunung Sari 1, Samarinda. Selama hampir dua dekade, Maria menjaga warisan budaya lewat kain dan busana bermotif etnik khas Dayak yang kini tak hanya diminati masyarakat lokal, tetapi juga peminat dari berbagai daerah di Indonesia.

Maria menuturkan, perjalanannya bermula dari sekadar hobi menjahit dan kecintaannya terhadap motif tradisional. Kini, hasil karyanya meluas dari pakaian adat hingga berbagai produk fashion modern, seperti rompi, atasan, dan kain dekoratif. Dalam sebulan, ia mampu memproduksi empat hingga enam lembar kain sulam dengan metode manual. Keunikan desain dan ketelitian pengerjaan menjadi daya tarik utama bagi pelanggan, terutama kalangan pecinta budaya dan pelaku seni.

“Dulu saya sering dikirim ke Jakarta, Bandung, sampai Bogor untuk mengirim hasil jahitan,” ujarnya saat ditemui pada Kamis, (06/11/2025). “Lama-lama saya berpikir untuk membuat sendiri, dan akhirnya sejak tahun 2005 saya mulai produksi mandiri. Sekarang saya juga aktif di komunitas Perempuan AMAN yang sering mengundang saya tampil di berbagai pameran, termasuk di Balikpapan dan beberapa daerah lainnya.”

Motif khas Dayak Tanjung Isuy dari Kutai Barat menjadi ciri utama setiap produk buatannya. Maria mengungkapkan, proses pengerjaan kain dilakukan dengan dua teknik, yakni bordir mesin dan sulam tumpal yang seluruhnya dikerjakan tangan. Proses tersebut membuat setiap produk memiliki karakter dan nilai seni tinggi yang tak mungkin disamakan dengan hasil produksi pabrikan.

“Kalau bordir itu pakai mesin, tapi sulam tumpal semuanya manual, satu-satu dikerjakan. Jadi memang butuh waktu,” jelasnya. “Harga kain bordir biasanya sekitar Rp200 ribu, tapi kalau sudah jadi baju bisa sampai Rp300 ribu. Semua tergantung model dan tingkat kesulitan, karena beberapa pembeli juga minta desain khusus.”

Meski bersaing di tengah gempuran mode modern, Maria tetap berpegang pada prinsip menjaga keaslian budaya lokal. Ia percaya bahwa warisan leluhur bisa tetap hidup jika diolah dengan sentuhan kreatif dan dipasarkan dengan cara yang tepat.

Sebagai pelaku UMKM lokal, Maria berharap pemerintah terus memberikan dukungan nyata bagi usaha berbasis budaya agar mampu bersaing di pasar yang lebih luas. “Saya ingin usaha ini tetap maju dan makin banyak pembelinya,” tuturnya. “Harapan saya, Penjahit Dayak bisa dikenal lebih luas, tidak hanya di pameran, tapi juga secara nasional. Kalau usaha seperti ini terus didukung, budaya kita bisa tetap hidup di tengah perubahan zaman.” []

Penulis: Rifky Irlika Akbar | Penyunting: Aulia Setyaningrum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *