Unmul dan DPRD Kaltim Serukan Penanganan Tegas Tambang Ilegal

ADVERTORIAL — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur kembali menyoroti masalah pertambangan ilegal yang terjadi di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) milik Universitas Mulawarman. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) gabungan antar komisi yang digelar pada Kamis (10/07/2025), DPRD mengajak berbagai pihak terkait untuk bersama-sama membahas upaya penanganan kasus tersebut secara tuntas dan menyeluruh.

Rapat ini dihadiri oleh sejumlah instansi dan organisasi, seperti Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan wilayah Kalimantan, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Yayasan Ulin Nusantara Lestari, Aliansi Rimbawan Bersatu, Universitas Mulawarman, serta Kepolisian Daerah Kalimantan Timur (Polda Kaltim). Kehadiran berbagai elemen ini menunjukkan bahwa kasus tambang ilegal tersebut telah menjadi perhatian serius di berbagai lini, baik pemerintahan, akademisi, maupun masyarakat sipil.

Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Muhammad Darlis Pattalongi, menegaskan perlunya pengembangan penyelidikan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kaltim dengan mengoptimalkan data temuan Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Data tersebut mengungkap keberadaan lima ekskavator yang diduga beroperasi secara ilegal serta lima saksi yang berpotensi menjadi tersangka. Meski demikian, hingga saat ini belum ada kejelasan hukum terkait status para saksi tersebut.

“Berdasarkan data Gakkum yang kita lihat ada 5 orang saksi kunci yang berpotensi jadi tersangka, nah itu kita minta jadi database Polda untuk melanjutkan pengembangannya, termasuk laporan dari Fakultas Kehutanan Unmul,” ujar Darlis kepada awak media.

Dalam diskusi tersebut, Darlis juga membandingkan pendekatan penegakan hukum yang diterapkan oleh Polda Kaltim dan Gakkum KLHK. Ia menilai Polda Kaltim memiliki keunggulan dalam hal kecepatan penetapan tersangka berkat dukungan fasilitas penyidikan yang lebih lengkap, seperti laboratorium forensik dan perangkat investigasi lapangan. Sementara itu, Gakkum KLHK, meskipun memiliki jangkauan kerja yang luas, mengalami keterbatasan sarana penyidikan sehingga prosesnya berjalan lebih lambat.

“Polda memang infrastrukturnya lebih lengkap, makanya lebih cepat menetapkan tersangka. Sementara Gakkum lebih luas cakupannya, tapi mungkin terkendala sarana penyidikan,” terang Darlis.

Darlis menegaskan bahwa penanganan kasus pertambangan ilegal ini tidak boleh berhenti pada satu tersangka saja. Kerugian besar yang ditimbulkan bagi negara dan lingkungan hidup menuntut adanya pengusutan menyeluruh terhadap semua pihak yang terlibat dalam jaringan ini. Ia berharap keberanian membuka jaringan kasus tersebut dapat menjadi preseden positif bagi penegakan hukum lingkungan di Kalimantan Timur.

“Jangan sampai ini berhenti begitu saja, sementara kerugian negara dan lingkungan sangat besar,” tegasnya.

Sementara itu, Polda Kaltim telah menetapkan satu tersangka berinisial “R” yang berperan sebagai inisiator sekaligus pemodal aktivitas tambang ilegal di KHDTK Unmul. Tersangka “R” ditangkap pada 4 Juli 2025 dan saat ini sedang menjalani proses hukum di tahanan Polda Kaltim.

Kasus ini menjadi perhatian bersama untuk memastikan bahwa sumber daya alam yang ada di Kaltim dapat dikelola secara berkelanjutan dan tidak dirusak oleh praktik ilegal yang merugikan banyak pihak.[]

Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *