Upaya Damai Buntu, Ashanty Tempuh Jalur Hukum Sengketa Tanah

DEPOK — Sengketa tanah yang melibatkan penyanyi Ashanty di kawasan Cinangka, Depok, semakin meruncing setelah upaya mediasi selama bertahun-tahun tak juga menghasilkan kesepakatan. Ashanty kini memutuskan membawa kasus tersebut ke jalur hukum, langkah yang ia sebut sebagai pilihan terakhir setelah pintu musyawarah tidak pernah disambut dengan iktikad baik oleh pihak lain.

Persoalan bermula dari adanya sertifikat ganda atas sebidang tanah warisan almarhum ayahnya. Situasi ini menciptakan ketidakpastian hukum dan membuka ruang bagi praktik yang merugikan keluarga. Ashanty mengungkapkan bahwa keluarganya sudah mengetahui masalah ini sejak lama dan berulang kali mencoba mencari jalan keluar yang adil.

“Sudah 3–4 tahun lalu kalau rembukan, dari sebelum COVID malah,” kata Ashanty ketika ditemui di Cinangka, Kamis (18/09/2025). Ia menyebut, semasa hidupnya, almarhum ayah sambungnya bahkan pernah terlibat langsung dalam proses mediasi demi menghindari konflik panjang.

Prinsip yang dipegang Ashanty adalah mencari penyelesaian yang tidak merugikan salah satu pihak. “Aku tidak mau kayak, ‘Oh, itu punya aku, kamu enggak bisa dapat apa-apa,’ enggak. Oke, kalau kita punya sama-sama dua surat yang sama, ya ayo kita cari solusi,” ujarnya. Namun, ia menilai pihak lain justru berlarut-larut dan akhirnya menjual lahan itu kepada pengembang tanpa persetujuan.

Langkah tersebut membuat Ashanty merasa dipaksa mengambil jalur hukum. Ia menegaskan bahwa keluarga telah mendaftarkan gugatan serta melapor ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). “Kita ajukan gugatan, kita juga udah lapor ke pertanahan ya, ke BPN juga udah,” jelasnya.

Bagi Ashanty, proses hukum bukan sekadar memperjuangkan tanah warisan, melainkan juga bentuk ikhtiar mencari keadilan dalam sistem pertanahan yang masih rawan penyimpangan. Ia berharap gugatan ini menjadi jalan keluar yang sahih agar hak keluarga bisa dikembalikan. “Percaya bahwa yang namanya kebenaran pasti akan menemukan jalan,” tutupnya penuh keyakinan.

Kasus ini menyoroti masalah klasik dalam administrasi pertanahan di Indonesia sertifikat ganda. Sengketa yang menjerat Ashanty menegaskan bahwa perlindungan hukum bagi pemilik sah masih lemah, sekalipun mereka memiliki dokumen resmi. Situasi tersebut bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat luas tentang pentingnya verifikasi dokumen kepemilikan tanah sejak awal dan perlunya pembaruan sistem pertanahan yang lebih transparan. []

Diyan Febriana Citra.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *