Usai Lawatan ke Enam Negara, Presiden Prabowo Hadapi Desakan Publik Soal Kenaikan PPN 12%

JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto telah kembali ke Indonesia usai lawatannya ke enam negara, yakni China, Amerika Serikat, Peru, Brasil, Inggris dan Uni Emirat Arab (UEA). Prabowo tiba di Tanah Air, pagi hari, Minggu (24/11/2024).

Dia disambut oleh Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Sepanjang lawatannya, publik dalam negeri ramai menyoroti perihal rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025.

Masyarakat umumnya menolak kenaikan ini. Kenaikan PPN 12% dinilai tidak tepat ketika daya beli masyarakat tengah tertekan akibat penghasilan yang tidak bertambah dan banyaknya PHK di Indonesia.

Masyarakat pun berharap Presiden Prabowo dapat membatalkan kenaikan PPN ini. Pasalnya, pemerintah disebut memiliki kuasa untuk menunda kenaikan PPN menjadi 12% pada 2025 tanpa mengubah Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Jangankan menunda, dalam UU tersebut pemerintah bahkan bisa menurunkan tarif PPN hingga 5%.

Hal ini pun dibenarkan oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Fredric Palit.

“Betul,” kata Dolfie ketika dikonfirmasi CNBC Indonesia, dikutip Senin, (25/11/2024).

Dengan demikian, keputusan penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% kini ada di tangan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sudah memastikan tidak perlu ada perubahan Undang-undang.

“Undang-undang pajaknya enggak perlu diubah. Karena di undang-undang itu sudah memberikan amanat ke pemerintah,”tegas Dolfie.

Adapun, DPR Komisi XI mengungkapkan tambahan penerimaan dari kenaikan PPN sudah masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Karena kalau itu diturunkan menjadi 11% aja misalnya, maka pemerintah kehilangan pendapatan Rp50 triliunan kira-kira,” ujarnya.

Fauzi Amro, Wakil Ketua Komisi XI tidak menutup mata atas protes publik mengenai pemberlakuan PPN 12% pada 2025 mendatang. Apabila tetap diberlakukan pada 2025 maka diharapkan sektor yang berhubungan publik tetap tidak dikenakan.

“Cuma catatannya yang berhubungan dengan publik nggak boleh dinaikan. Tadi saya sampaikan apa itu Kesehatan, pendidikan, sembako transportasi. Ini berhubungan dengan publik langsung dan masyarakat langsung,” ungkap Fauzi.

Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati menilai Kemenkeu perlu melakukan terobosan lain dalam meningkatkan pemasukan negara selain melalui pajak. Terlebih, kondisi ekonomi Indonesia saat ini dinilai lesu.

Selain itu, kenaikan pajak tersebut dinilainya bertentangan dengan konsep Countercyclical Capital Buffer (CCyB) yang digaungkan Kementerian Keuangan pada masa pandemi Covid-19 lalu.

“Tidak berarti ketika kita ingin terus meningkatkan tren pajak yang dilakukan adalah sebagaimana yang sudah dilakukan dan saya juga tahu itu ada di Undang-Undang HPP dengan meningkatkan PPN dari 11 menjadi 12 persen,” lanjut Politisi Fraksi PKS ini.

Dia pun menjelaskan bahwa kondisi di masyarakat di lapangan kini yang mengalami penurunan daya beli. Hal itu terjadi lantaran PHK massal terjadi di mana-mana akibat banyaknya perusahaan besar yang tutup. Bahkan belum lama ini, ia mengungkapkan bahwa ramai diberitakan para petani yang membuang hasil panen mereka karena harga jual yang murah. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *