Venezuela Siagakan 5.000 Rudal Rusia Hadapi Pasukan AS

CARACAS — Hubungan antara Venezuela dan Amerika Serikat kembali memanas setelah Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengumumkan bahwa negaranya memiliki 5.000 rudal darat-ke-udara buatan Rusia sebagai bagian dari strategi pertahanan terhadap kemungkinan ancaman militer dari Washington.

Pernyataan itu disampaikan Maduro dalam sebuah seremoni resmi yang disiarkan televisi pada Rabu (22/10/2025) bersama para petinggi militer. Ia menegaskan bahwa sistem persenjataan tersebut ditempatkan di berbagai titik strategis untuk menjaga keamanan nasional.

“Venezuela memiliki rudal jarak pendek portabel buatan Rusia yang dikenal sebagai Igla-S, jumlahnya tidak kurang dari 5.000 di posisi-posisi pertahanan udara penting untuk memastikan perdamaian,” ujar Maduro, dikutip dari kantor berita AFP, Kamis (23/10/2025).

Langkah tersebut disebut sebagai respons terhadap pengerahan pesawat tempur siluman dan kapal perang Amerika Serikat di wilayah Karibia, yang diklaim Washington sebagai bagian dari operasi antinarkotika. Dalam operasi itu, militer AS mengaku telah menghancurkan sedikitnya delapan kapal yang diduga menyelundupkan narkotika dari Venezuela ke Amerika Serikat.

Namun, Caracas menilai tindakan itu sebagai upaya provokatif dan gladi resik untuk operasi militer yang bertujuan menggulingkan pemerintahan Maduro. Washington sendiri telah lama menuduh pemerintah Venezuela terlibat dalam jaringan kartel narkoba internasional.

Rudal Igla-S yang dimiliki Venezuela merupakan senjata pertahanan udara jarak pendek yang dirancang untuk menembak jatuh pesawat yang terbang rendah. Menurut Maduro, sistem rudal ini telah digunakan dalam latihan militer yang diperintahkan langsung olehnya sebagai bentuk kesiapsiagaan terhadap peningkatan aktivitas militer Amerika di Karibia.

Tindakan Amerika Serikat tersebut menimbulkan kegelisahan di kawasan. Sejumlah pemimpin di Amerika Latin menyatakan keprihatinan atas meningkatnya ketegangan yang berpotensi memicu konflik bersenjata regional.

Pentagon sendiri telah memberi tahu Kongres bahwa Amerika Serikat kini menganggap dirinya “berada dalam konflik bersenjata” dengan kartel-kartel narkoba di Amerika Latin. Dalam pernyataan resmi, mereka bahkan mengklasifikasikan para penyelundup narkoba sebagai kelompok teroris dan menyebutnya sebagai “pejuang yang melanggar hukum.”

Namun, para pakar hukum internasional mengkritik kebijakan itu, menyebut tindakan semacam itu bisa melanggar hukum internasional, terutama jika dilakukan tanpa mandat dari Dewan Keamanan PBB.

Konflik ini turut menyeret negara lain di kawasan. Kolombia baru-baru ini menarik duta besarnya untuk Amerika Serikat sebagai bentuk protes terhadap pernyataan keras Presiden AS Donald Trump, yang menuduh Presiden Kolombia Gustavo Petro sebagai “gembong narkoba.”

Trump menegaskan bahwa pengerahan militer di Karibia telah berhasil menekan penyelundupan narkoba melalui jalur laut dan menyatakan kesiapan AS untuk melanjutkan operasi terhadap pengedar narkoba di darat.

Langkah Venezuela yang memperkuat pertahanan udara dengan rudal Rusia menunjukkan meningkatnya ketegangan geopolitik di kawasan Karibia dan menandai babak baru dalam hubungan dingin antara Caracas dan Washington. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *