Viral Sanksi Adat Pencuri Sepeda di Gili Trawangan
LOMBOK – Peristiwa pengadilan sosial kembali terjadi di wilayah wisata Gili Trawangan, Lombok Utara. Seorang perempuan berinisial MND diarak keliling kampung oleh warga setempat setelah diduga melakukan pencurian sepeda listrik. Aksi ini terekam dalam sebuah video yang kemudian viral di berbagai platform media sosial, memicu perdebatan publik mengenai batas antara sanksi adat, rasa keadilan, dan penghormatan terhadap hukum formal.
Dalam video tersebut, MND terlihat berjalan mengelilingi Dusun Gili Trawangan dengan dikawal sejumlah warga. Ia dipakaikan papan bertuliskan “Saya mencuri dan menggelapkan barang orang lain, jangan tiru perbuatan saya,” yang menggantung di bagian dadanya. Arak-arakan berlangsung kurang lebih sejauh 300 meter di kawasan yang dikenal sebagai destinasi wisata internasional.
Juru Bicara Majelis Adat Gili Trawangan, Hasanuddin, membenarkan adanya arak-arakan tersebut. Ia menuturkan bahwa tindakan itu dilakukan berdasarkan pertimbangan adat setempat sebagai bentuk sanksi sosial. “Sangat sering (melakukan pencurian hingga penipuan) dan sangat-sangat terkenal dia di kalangan kami di sini (Gili Trawangan),” ujarnya, Kamis (20/11/2025).
Menurut penjelasan Hasanuddin, dugaan pencurian oleh MND bukan kali pertama terjadi. Ia menyebut bahwa aksi terakhir terjadi beberapa minggu lalu, ketika MND mengambil sepeda listrik sewaan milik warga. Atas kejadian itu, MND sempat dilaporkan ke Kepolisian Sektor (Polsek) Pemenang dan ditahan selama lebih dari satu minggu. Namun, proses hukum tak berlanjut karena pihak pelapor mencabut aduannya.
“Beberapa minggu lalu dia mencuri sepeda listrik. Sempat dilaporkan ke Polsek Pemenang juga, dan ditahan di sana beberapa minggu, tapi si korban mencabut laporan dan akhirnya dia dibebaskan,” tutur Hasanuddin.
Meski kasus tersebut telah dihentikan secara hukum, warga setempat merasa geram karena perilaku serupa disebut telah berulang. Majelis adat akhirnya turun tangan, dan memutuskan memberikan sanksi sosial dengan maksud memberi efek jera, sekaligus memberi peringatan kepada masyarakat agar tidak melakukan tindakan serupa.
Peristiwa ini menimbulkan respons beragam. Sebagian pihak menilai sanksi adat bisa menjadi solusi dalam menjaga ketertiban di wilayah wisata, terutama di daerah dengan keterbatasan aparat. Namun, tidak sedikit pula yang menilai aksi mengarak seseorang di ruang publik berpotensi melanggar hak privasi serta martabat manusia, apalagi di era hukum modern.
Meski demikian, fenomena ini menjadi pengingat bahwa di sejumlah daerah di Indonesia, hukum adat masih hidup dan dipandang relevan sebagai pengatur perilaku sosial. Terutama di wilayah wisata seperti Gili Trawangan, masyarakat lokal berupaya mempertahankan keamanan dan reputasi daerah demi menjaga kenyamanan wisatawan. []
Siti Sholehah.
