Wabah Flu Babi Afrika di Sikka Meluas, 356 Ekor Mati dalam Lima Bulan

SIKKA – Wabah virus flu babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), terus meluas. Dinas Pertanian Kabupaten Sikka melaporkan bahwa virus ini telah menyebabkan kematian ratusan babi di tujuh kecamatan sejak Oktober 2024 hingga Februari 2025.
“Sudah menyebar di tujuh kecamatan dengan total kematian babi mencapai 356 ekor,” ujar Kepala Dinas Pertanian Sikka, Yohanes Emil Satriawan, di Maumere, Senin (10/2/2025).
Menurut Satriawan, Kecamatan Talibura menjadi wilayah dengan jumlah kematian tertinggi, yakni 128 ekor babi. Disusul Kecamatan Alok Barat dengan 115 ekor, Palue 80 ekor, Alok 11 ekor, Kangae 10 ekor, Nita 4 ekor, dan Magepanda 3 ekor.
“Tren kematian babi terus meningkat. Hari ini kami menerima laporan kasus baru dari Kecamatan Palue,” tambahnya.
Satriawan menegaskan bahwa hingga saat ini belum tersedia vaksin untuk ASF. Satu-satunya langkah pencegahan yang bisa dilakukan adalah memperketat biosekuriti di peternakan.
Namun, ia mengakui bahwa kesadaran peternak masih menjadi tantangan besar dalam mengendalikan wabah ini.
“Babi yang sakit masih dikonsumsi dan dijual oleh sebagian peternak. Bagaimana kita bisa menghentikan penyebaran virus jika masyarakat tidak mematuhi imbauan?” ungkapnya dengan nada prihatin.
Satriawan kembali mengingatkan bahwa babi yang mati akibat ASF harus segera dimusnahkan dengan cara dibakar atau dikubur. Ia juga melarang keras pembuangan bangkai babi secara sembarangan di jalan, laut, sungai, kebun, maupun tempat lainnya karena dapat mempercepat penyebaran virus.
Wabah ASF bukan pertama kali terjadi di NTT. Sebelumnya, kasus serupa juga dilaporkan di beberapa daerah lain, seperti Kabupaten Ngada. Pemerintah daerah terus berupaya menekan penyebaran virus ini dengan sosialisasi dan pengawasan ketat terhadap peternakan babi. []
Nur Quratul Nabila A