Wajah Kota Jerman dan Polemik Ujaran Rasis Merz
JAKARTA — Pernyataan Kanselir Jerman Friedrich Merz saat kunjungannya ke Potsdam pekan lalu memicu gejolak politik nasional. Ketika berbicara soal “wajah kota” yang menurutnya “masih bermasalah” karena banyaknya warga asing, Merz menyebut pemerintah tengah berupaya melakukan pemulangan paksa migran. Ucapannya segera memantik tuduhan rasisme dari berbagai kalangan politik dan sosial.
Kritik datang bertubi-tubi, termasuk dari Partai Hijau, Partai Kiri, dan bahkan mitra koalisi pemerintah SPD. Mereka menilai pernyataan Merz dapat memperdalam jurang sosial di Jerman. Isu ini pun menjadi sorotan utama media selama berhari-hari.
Dalam konferensi pers di Berlin, Merz kembali dicecar soal pernyataannya. Namun, bukannya menarik ucapan, ia justru menegaskan sikapnya. “Saya tidak tahu apakah Anda punya anak. Dan jika Anda punya anak perempuan, tanyakan pada mereka apa yang saya maksud,” ujarnya. Merz menambahkan, “Banyak orang menilai hal yang sama. Semua akan mengakui bahwa (migran) memang jadi masalah, terlebih ketika malam tiba.”
Komentar itu memperburuk kontroversi. Aktivis muda Luisa Neubauer mengkritik keras lewat akun Instagram-nya. “Kami peduli pada keselamatan perempuan. Tapi kami tidak ingin hal itu dijadikan alasan untuk pernyataan yang rasis dan menyakitkan,” tulisnya. Reaksi publik pun meluas, dengan ribuan orang menggelar demonstrasi di depan kantor CDU di Berlin, menyerukan aksi bertema “Aksi Feminis: Kami adalah Anak-anak Perempuan”.
Pernyataan Merz dianggap mencampuradukkan isu keamanan dan imigrasi. Padahal, menurut kriminolog Susanne Karstedt, tingkat kejahatan di Jerman justru menurun sejak 1980-an. Ia menegaskan, “Secara keseluruhan, Jerman dapat dianggap sebagai negara yang sangat aman.”
Meski data resmi menunjukkan pelanggaran hukum di kalangan nonwarga Jerman lebih tinggi, lembaga kriminal federal menilai hal itu banyak dipengaruhi faktor sosial dan psikologis, seperti trauma perang dan isolasi sosial.
Sekretaris Jenderal SPD, Tim Klüssendorf, menyebut komentar Merz “sulit diterima”. Menurutnya, deportasi bukan solusi bijak dan hanya akan memperburuk hubungan sosial. “Itu akan menyakiti perasaan mereka, dan pernyataan seperti itu harus dihindari,” katanya.
Meski tekanan politik semakin besar, hingga kini Merz belum menunjukkan tanda akan menarik ucapannya. Kontroversi itu memperlihatkan bahwa perdebatan soal imigrasi dan identitas nasional masih menjadi luka terbuka dalam masyarakat Jerman modern. []
Siti Sholehah.
