Wanita Dieksekusi Mati di Iran atas Pembunuhan Anak Tiri
JAKARTA – Penerapan hukuman mati kembali dilakukan otoritas Iran dalam kasus pembunuhan anak yang mengundang perhatian publik internasional. Seorang perempuan dieksekusi mati di wilayah Azerbaijan Barat, Iran barat laut, setelah dinyatakan bersalah atas pembunuhan anak tirinya yang masih berusia empat tahun. Eksekusi ini menegaskan ketegasan sistem hukum Iran yang masih memberlakukan hukuman mati, khususnya dalam perkara pembunuhan dengan unsur kekerasan berat terhadap anak.
Peristiwa tragis tersebut bermula pada Desember 2023, ketika seorang anak perempuan bernama Ava meninggal dunia akibat cedera otak serius. Berdasarkan hasil penyelidikan dan proses peradilan, luka fatal tersebut disebabkan oleh tindakan kekerasan yang dilakukan ibu tirinya. Kasus ini kemudian diproses melalui jalur hukum dan menjadi perhatian luas karena melibatkan korban anak di bawah umur.
Dilansir kantor berita AFP, Sabtu (13/12/2025), media resmi kehakiman Iran, Mizan Online, sebelumnya melaporkan bahwa perempuan tersebut dijatuhi hukuman qisas pada Maret 2024. Qisas merupakan hukum pembalasan dalam sistem hukum Islam yang memberikan hak kepada keluarga korban untuk menuntut hukuman setimpal, termasuk hukuman mati, terhadap pelaku pembunuhan.
Putusan tersebut tidak berhenti di tingkat pertama. Proses hukum berlanjut hingga Mahkamah Agung Iran, yang kemudian menguatkan vonis mati terhadap terpidana. Dengan dikuatkannya putusan tersebut, eksekusi menjadi sah secara hukum dan dapat dilaksanakan oleh otoritas terkait.
Naser Atabati, kepala hakim provinsi Azerbaijan Barat, tempat terjadinya kasus tersebut, menyampaikan bahwa eksekusi mati dilakukan pada Sabtu (13/12/2025) saat subuh waktu setempat. Ia menegaskan bahwa proses tersebut dilaksanakan setelah seluruh tahapan hukum dilalui sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dia menambahkan bahwa ibu kandung Ava “telah dengan tegas menuntut” pembalasan.
Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa keluarga korban memilih untuk menuntut penerapan qisas, sebagaimana diatur dalam hukum Iran. Dalam sistem peradilan setempat, keluarga korban memiliki kewenangan untuk memaafkan pelaku atau menuntut pelaksanaan hukuman mati. Dalam kasus ini, tidak ada pengampunan yang diberikan.
Pihak berwenang Iran tidak mengungkap identitas perempuan yang dieksekusi mati tersebut. Langkah ini lazim dilakukan untuk menjaga privasi pihak-pihak yang terlibat, meskipun informasi mengenai kronologi kasus dan putusan hukum disampaikan secara terbuka melalui media resmi.
Iran diketahui masih menerapkan hukuman mati untuk berbagai jenis kejahatan berat, termasuk pembunuhan, pemerkosaan, dan sejumlah tindak pidana lainnya. Metode eksekusi yang paling umum digunakan adalah hukuman gantung, yang biasanya dilaksanakan pada waktu subuh.
Penerapan hukuman mati di Iran kerap menuai sorotan dan kritik dari kelompok hak asasi manusia internasional. Organisasi seperti Amnesty International secara rutin mencatat angka eksekusi mati di negara tersebut. Iran disebut sebagai negara dengan jumlah eksekusi mati terbanyak kedua di dunia setelah China.
Meski demikian, otoritas Iran berulang kali menegaskan bahwa hukuman mati merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang diberlakukan untuk menjaga ketertiban dan memberikan keadilan bagi korban kejahatan berat. Dalam konteks kasus ini, pemerintah Iran menilai pelaksanaan hukuman mati sebagai bentuk penegakan hukum atas kejahatan serius terhadap anak yang tidak dapat ditoleransi.
Kasus ini kembali memicu perdebatan global mengenai efektivitas hukuman mati, perlindungan anak, serta perbedaan sistem hukum antarnegara dalam menangani kejahatan berat. []
Siti Sholehah.
