Yoon Suk Yeol Kembali Diperkarakan, Kini Dituduh Bantu Musuh Negara
SEOUL — Mantan Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol kembali terseret dalam perkara hukum serius. Jaksa penuntut Korsel kini resmi menjerat Yoon dengan dakwaan baru, yakni membantu musuh, setelah sebelumnya ia menghadapi tuduhan pemberontakan dan penyalahgunaan kekuasaan. Dakwaan ini menambah panjang daftar masalah hukum yang menjerat mantan pemimpin negeri Ginseng itu.
Dalam dakwaan terbaru, Yoon dituduh telah memerintahkan pengerahan drone ke wilayah udara Korea Utara (Korut) untuk memancing reaksi Pyongyang, yang kemudian dapat dijadikan alasan guna memberlakukan status darurat militer di Korsel.
Otoritas Korut pada tahun lalu mengklaim telah “membuktikan” adanya penerbangan drone dari Korsel yang membawa selebaran propaganda di atas ibu kota Pyongyang — meskipun hal itu tidak pernah dikonfirmasi secara resmi oleh militer Seoul.
Jaksa Park Ji Young, salah satu penyelidik utama kasus ini, menyatakan bahwa tim penasihat khusus telah “mengajukan dakwaan menguntungkan musuh secara umum dan penyalahgunaan kekuasaan” terhadap Yoon.
“Yoon dan beberapa pihak lainnya melakukan konspirasi untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan diberlakukannya darurat militer, sehingga meningkatkan risiko konfrontasi bersenjata antar-Korea dan merugikan kepentingan militer publik,” ungkap Park dalam konferensi pers, Senin (10/11/2025).
Jaksa juga menyebut telah menemukan bukti berupa memo rahasia yang ditulis oleh mantan komandan kontra-intelijen Korsel pada Oktober tahun lalu. Memo itu berisi instruksi untuk “menciptakan situasi yang tidak stabil atau memanfaatkan peluang yang muncul”. Dalam memo tersebut, tertulis pula rekomendasi agar militer menargetkan lokasi strategis di Korut, seperti Pyongyang atau kota pesisir Wonsan, untuk “membuat mereka kehilangan muka” dan memicu reaksi keras dari Korut.
Hubungan antara Seoul dan Pyongyang selama ini memang masih diliputi ketegangan. Kedua negara secara teknis masih berada dalam status perang sejak Perang Korea (1950–1953) berakhir tanpa perjanjian damai. Situasi inilah yang disebut banyak pengamat telah dimanfaatkan Yoon untuk memperkuat kekuasaannya.
Krisis politik besar terjadi pada Desember 2024 lalu ketika Yoon berusaha menggulingkan pemerintahan sipil dengan mendeklarasikan darurat militer. Ia bahkan mengirim pasukan bersenjata ke parlemen untuk mencegah anggota legislatif menolak keputusannya. Upaya itu gagal total, dan Yoon akhirnya ditangkap dalam penggerebekan pada Januari 2025, menjadi presiden pertama Korsel yang ditahan saat masih menjabat.
Pada April 2025, Yoon resmi dimakzulkan dan dicopot dari jabatannya. Proses hukumnya pun terus berlanjut hingga kini. Selain dakwaan membantu musuh, Yoon juga dihadapkan pada tuduhan pemberontakan, pelanggaran konstitusi, serta penyalahgunaan kekuasaan selama masa kepemimpinannya.
Pemilihan umum pada Juni lalu kemudian membawa Lee Jae Myung ke kursi kepresidenan menggantikan Yoon. Pemerintahan baru kini tengah berupaya memulihkan kepercayaan publik dan menata ulang stabilitas politik yang sempat terguncang akibat krisis kepemimpinan tersebut. []
Siti Sholehah.
