Katingan Belajar dari Kaltim, Gali Potensi PAD Lewat Skema Perdagangan Karbon

SAMARINDA – Komitmen Kalimantan Timur dalam menekan laju emisi karbon dan memaksimalkan manfaat ekonomi dari sektor kehutanan menarik perhatian daerah lain. Hal ini tercermin dari kunjungan kerja Pemerintah Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, ke Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur pada Senin (19/05/2025).

Kunjungan tersebut menjadi ajang pembelajaran dan pertukaran pengalaman dalam pelaksanaan Forest Carbon Partnership Facility Carbon Fund (FCPF CF) — program strategis berbasis kehutanan yang selama ini dijalankan Pemprov Kaltim. Rombongan dari Katingan dipimpin langsung oleh Wakil Bupati Firdaus, dan disambut hangat oleh Wakil Gubernur Kaltim, H. Seno Aji, di Ruang Rapat Tepian II, Kantor Gubernur Kaltim, Samarinda.

Dalam sambutannya, Wakil Gubernur Seno Aji menyampaikan apresiasi atas ketertarikan Katingan terhadap upaya Kaltim dalam menurunkan emisi gas rumah kaca melalui pengelolaan hutan berkelanjutan. Ia berharap, pertemuan ini dapat menjadi titik awal kolaborasi yang mendorong optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor kehutanan berbasis ekonomi hijau.

“Selamat datang di Benua Etam. Kami harap kunjungan ini dapat membawa manfaat besar bagi Kabupaten Katingan, khususnya dalam upaya mengembangkan sektor kehutanan dan memaksimalkan potensi PAD,” ujar Seno Aji.

Seno Aji menjelaskan bahwa implementasi FCPF CF di Kalimantan Timur telah dimulai sejak tahun 2008. Program ini merupakan bagian dari visi besar pembangunan hijau yang telah diintegrasikan dalam dokumen perencanaan daerah, termasuk RPJMD Provinsi Kaltim. Hingga saat ini, program terus dilanjutkan dengan dukungan berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat dan lembaga donor internasional.

Dalam skema FCPF, Kalimantan Timur berhasil menjadi contoh keberhasilan di tingkat nasional. Indonesia, melalui program ini, telah menerima sekitar USD 20,9 juta dari total komitmen USD 110 juta dari Bank Dunia selaku pengelola dana dari negara-negara donor.

“Dana tersebut bukan hanya diterima di tingkat pusat, tetapi juga langsung dirasakan oleh masyarakat desa, kabupaten, dan provinsi. Ini menjadi bukti nyata bagaimana program ini berdampak langsung bagi warga lokal dan pengelolaan sumber daya alam mereka,” terang Seno.

Ia menegaskan bahwa pelaksanaan FCPF CF bukanlah hal yang instan. Dibutuhkan konsistensi, sinergi lintas sektor, dan kerja sama antara provinsi, kabupaten, desa, hingga konsultan teknis untuk menjaga keberlangsungan program.

Seno Aji menilai bahwa peluang dari perdagangan karbon masih sangat terbuka lebar. Banyak perusahaan multinasional yang tertarik membeli kredit karbon dari Indonesia, termasuk dari Kalimantan Timur. Ia menyebut bahwa skema perdagangan karbon dapat menjadi sumber pendapatan baru yang potensial, sekaligus menjadi jalan konkret dalam menjawab tantangan krisis iklim global.

“Kaltim bisa menjadi contoh bagi provinsi lain di Indonesia yang memiliki hutan. Ini peluang emas untuk meningkatkan kesejahteraan daerah tanpa harus merusak alam,” pungkasnya. []

Rifky Irlika Akbar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *