Sutarmidji Desak APH Kalbar Tiru Keberanian Kejagung

PENEGAKAN HUKUM : Mantan Gubernur Kalbar H. Sutarmidji, SH, M.Hum menyoroti penegakan hukum di Kalbar. (Foto : Istimewa)

PONTIANAK, PRUDENSI.COM-Mantan Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) periode 2018–2023, H. Sutarmidji, SH, M.Hum memberikan pandangan kritis terhadap penegakan hukum di provinsi ini. Ia berharap Aparat Penegak Hukum (APH) di daerah ini meniru keberanian Kejaksaan Agung dalam mengungkap kasus-kasus besar.

“APH di Kalbar harus berkaca dari Kejaksaan Agung dalam membongkar kasus besar yang merugikan masyarakat,” ujarnya kepada seperti dilansir harian terkemuka di Pontianak, Selasa (20/5/2025).

Sutarmidji menyoroti kasus yang terkait dengan aktivitas tambang emas ilegal yang baru-baru ini diungkap di Kota Pontianak. Ia berharap kasus itu tidak ditangani seperti kasus Aliong beberapa tahun lalu, yang hanya dituntut 1,5 tahun dan diputus satu tahun penjara.

“Sungguh miris, sementara kasus yang remeh-temeh dan bermanfaat untuk masyarakat, APH sangat bersemangat. Saya bisa tunjukkan kasusnya karena prosesnya ada tujuan tertentu,” katanya.

Ia berharap pimpinan APH di Kalbar dapat menuntut kasus perusakan lingkungan secara maksimal. Jangan sampai penambang, yang notabene masyarakat kecil justru dituntut lebih tinggi dari cukong.

Mantan dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura (Untan) itu juga menyinggung kasus lain yang belum jelas penyelesaiannya. Misalnya soal SB, yang diduga sebagai pemain besar atau cukong emas, yang hingga kini belum ada kejelasan. “Banyak lagi pemain emas yang masyarakat sudah tahu, dan saya yakin APH pun sudah tahu,” katanya.

Ia juga mengkritik soal penguasaan lahan oleh perusahaan yang mendapat konsesi dari para kepala daerah tingkat dua. “Perkiraan saya ada 3,2 juta hektare konsesi sawit yang dikuasai perusahaan di Kalbar. Yang sudah urus HGU belum sampai 70 persen,” ujarnya.

Bahkan, kata dia, ada satu korporasi dengan beberapa perusahaan yang menguasai lebih dari satu juta hektare lahan. “Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) harus mendorong untuk menyelamatkan lingkungan,” kata Midji, sapaan akrabnya.

Ia pun menyatakan dukungan terhadap pernyataan Wakil Gubernur (Wagub) Kalbar, Krisantus Kurniawan agar penambangan rakyat dipermudah. Namun menurutnya, Kementerian ESDM tidak ikhlas mempermudah perizinan untuk Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). “Waktu saya jadi gubernur, saya sudah suarakan. Tapi tak ada reaksi pusat, kecuali enam izin WPR, tiga di Kapuas Hulu dan tiga di Ketapang,” katanya.

Midji menegaskan, Kalbar punya potensi kasus besar yang jika dibongkar bisa saja merembet se-Indonesia. “Saya pernah jadi gubernur dan saya tahu banyak. Saya juga tahu perilaku orang,” ujarnya.

Ia meminta APH tidak hanya sibuk menangani kasus “kelas tungau”. “Kalau presiden sudah gunakan kata ‘rampok’, harusnya diterjemahkan sebagai korupsi besar. Kalau yang kecil, beliau pasti pakai istilah lain,” kata lulusan Magister Humaniora, Universitas Indonesia (UI) itu.

Selama menjabat gubernur, Midji mengaku telah memberi sanksi kepada lebih dari 100 perusahaan yang terlibat pembakaran lahan, baik ringan maupun berat, tanpa kompromi. “Ada empat yang diajukan ke pengadilan dan sudah inkracht. Wajib bayar ke negara lebih Rp900 miliar. Bahkan ada yang dicabut izinnya,” ujarnya.

Mantan Wali Kota Pontianak dua periode itu menegaskan, sejumlah informasi terkait dugaan kasus besar bahkan sudah pernah ia sampaikan ke APH. “Tapi kayaknya tak berani menindaknya,” ujarnya.

“Sekarang momentumnya. Kita tunggu keberanian APH mengeksekusi keinginan presiden. Beliau (presiden) serius benahi tatanan kehidupan bernegara dan memberikan keadilan agar dikenang baik oleh masyarakat Indonesia,” tutupnya.(rac)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *