Pengangguran SMK Tinggi, DPRD Kaltim Minta Perbaikan

SAMARINDA – Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Agusriansyah Ridwan, menyampaikan keprihatinannya atas tingginya angka pengangguran di kalangan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di wilayah tersebut. Menurutnya, fenomena ini menunjukkan adanya ketidakefektifan pendidikan vokasi dalam menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang siap bekerja, padahal pendidikan vokasi seharusnya dapat menjadi solusi atas masalah pengangguran yang kerap melanda daerah tersebut.
Agusriansyah menjelaskan, salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat pengangguran di kalangan lulusan SMK adalah ketidakmampuan institusi pendidikan dalam menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Ia menilai banyak lulusan SMK yang hanya memiliki kompetensi dasar, tanpa dilengkapi dengan keterampilan yang dibutuhkan oleh dunia industri. Hal ini, menurutnya, disebabkan oleh kurangnya fasilitas praktik dan workshop yang memadai di sekolah-sekolah tersebut.
“Penyebab utama tingginya angka pengangguran adalah karena banyak lulusan SMK yang hanya menguasai kompetensi dasar, sementara dunia industri membutuhkan keterampilan yang lebih spesifik dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Banyak sekolah yang tidak memiliki fasilitas praktik yang memadai, sehingga lulusan sulit menyesuaikan keterampilan mereka dengan standar yang ada di pasar kerja,” ujar Agusriansyah saat ditemui di kantor DPRD Kaltim, Samarinda, Kamis (22/05/2025).
Selain itu, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga menyoroti kurangnya kerja sama antara lembaga pendidikan dan sektor industri, yang turut memperburuk kondisi tersebut. Agusriansyah mengungkapkan bahwa kurikulum yang diajarkan di sekolah tidak sepenuhnya mencerminkan kebutuhan dunia industri, sehingga lulusan SMK kesulitan untuk memasuki pasar kerja. Ia pun mendorong pentingnya adanya Memorandum of Understanding (MoU) antara Dinas Pendidikan dan perusahaan untuk meningkatkan kualitas pendidikan vokasi.
“Kerja sama antara SMK dan perusahaan masih sangat minim. Padahal, dengan adanya MoU, kurikulum yang diajarkan di sekolah bisa lebih relevan dengan kebutuhan industri. Hal ini akan membantu SMK dalam menyiapkan siswanya dengan lebih baik dan sesuai dengan tuntutan pasar,” tegas Agusriansyah.
Menurutnya, kemitraan dengan dunia usaha harus mencakup aspek-aspek yang lebih spesifik terkait dengan kriteria dan keterampilan yang dibutuhkan oleh perusahaan, sehingga lulusan SMK dapat mempersiapkan diri dengan lebih optimal. Agusriansyah juga menekankan pentingnya adanya fasilitas praktik yang memadai di sekolah, agar siswa dapat mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan sebelum memasuki dunia kerja.
“Fasilitas praktik yang baik sangat penting untuk memastikan bahwa lulusan SMK memiliki keterampilan yang siap pakai. Tanpa fasilitas tersebut, mereka akan kesulitan bersaing di pasar kerja,” tambahnya.
Agusriansyah berharap adanya perbaikan dalam sistem pendidikan vokasi yang dapat mencetak lulusan yang tidak hanya terampil, tetapi juga siap menghadapi tantangan dunia kerja yang semakin kompetitif. Dengan adanya pembenahan pada sektor ini, diharapkan angka pengangguran di kalangan lulusan SMK dapat ditekan dan pendidikan vokasi dapat benar-benar menjadi solusi bagi pengembangan SDM yang berkualitas.
Slamet