Sungai Sikambing Kembali Meluap, Sejumlah Kawasan di Medan Tergenang

MEDAN — Hujan deras yang mengguyur Kota Medan pada Sabtu sore (24/5/2025) kembali menyebabkan luapan sungai di sejumlah wilayah. Salah satu yang paling terdampak adalah kawasan aliran Sungai Sikambing, yang tercatat mengalami kenaikan permukaan air hingga 150 sentimeter.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan, Yunita Sari, mengungkapkan bahwa peningkatan debit air mulai terpantau sejak pukul 18.00 WIB dan berlangsung hingga malam hari.

“Hujan kembali membuat Sungai Sikambing meluap, dengan kenaikan permukaan air mencapai 150 sentimeter,” ujar Yunita kepada wartawan pada Minggu (25/5/2025).

Luapan air sungai tersebut mengakibatkan genangan di sejumlah kawasan permukiman, salah satunya di Jalan Dwikora, Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal. Meski demikian, menurut Yunita, situasi masih dalam kategori aman dan belum memerlukan proses evakuasi bagi warga.

Selain Sungai Sikambing, dua aliran sungai lainnya di Kota Medan juga menunjukkan kenaikan permukaan air. Sungai Babura dan Sungai Deli masing-masing mengalami kenaikan setinggi 50 sentimeter akibat intensitas hujan tinggi.

“Sejumlah ruas jalan juga sempat tergenang, namun belum berdampak besar terhadap mobilitas warga,” tambahnya.

BPBD Kota Medan memastikan bahwa tidak ada kerusakan signifikan yang terjadi pada Sabtu sore. Berbeda dengan insiden pada Jumat sebelumnya, di mana beberapa rumah warga dilaporkan mengalami kerusakan akibat angin kencang dan hujan deras.

“Tidak ada atap rumah warga yang rusak atau seng terbang seperti yang terjadi pada Jumat. Meski begitu, kami tetap siaga dan menempatkan personel di lapangan untuk memantau situasi secara langsung,” jelas Yunita.

Pantauan terakhir BPBD pada Minggu pagi menunjukkan bahwa genangan air di sejumlah titik telah surut secara bertahap. Penurunan permukaan air juga mulai terjadi di Sungai Sikambing dan sungai-sungai lain.

“Kami berharap kondisi cuaca tetap bersahabat dalam beberapa hari ke depan, karena intensitas hujan di daerah pegunungan sangat mempengaruhi debit air sungai yang melintas di Kota Medan,” tutup Yunita. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Lainnya

WELLINGTON — Kasus medis tak biasa terjadi di Selandia Baru setelah seorang remaja laki-laki berusia 13 tahun menelan hingga 100 magnet kecil berkekuatan tinggi yang dibelinya melalui platform belanja daring Temu. Aksi berbahaya tersebut berujung pada operasi besar setelah magnet-magnet itu menyebabkan kerusakan serius pada organ dalam tubuhnya. Remaja itu semula dibawa ke Rumah Sakit Tauranga, Pulau Utara, karena mengalami nyeri perut selama empat hari. Setelah dilakukan pemeriksaan medis, dokter menemukan adanya kumpulan magnet di dalam usus. “Dia mengungkapkan telah menelan sekitar 80–100 magnet berkekuatan tinggi (neodymium) berukuran 5×2 milimeter sekitar satu minggu sebelumnya,” tulis laporan di New Zealand Medical Journal, Jumat (24/10/2025). Magnet neodymium tersebut sejatinya sudah dilarang beredar di Selandia Baru sejak 2013 karena risiko keselamatan yang tinggi, terutama bagi anak-anak. Namun, laporan mengungkapkan bahwa remaja ini masih bisa membelinya secara daring melalui Temu, salah satu platform e-commerce asal Tiongkok yang tengah populer secara global. Hasil sinar-X memperlihatkan magnet-magnet itu menggumpal membentuk empat garis lurus di dalam perut sang remaja. “Ini tampaknya berada di bagian usus yang terpisah namun saling menempel akibat gaya magnet,” ujar pihak medis. Kondisi itu menyebabkan nekrosis, atau kematian jaringan, di empat area usus halus dan sekum, bagian dari usus besar. Tim dokter bedah kemudian melakukan operasi pengangkatan jaringan mati sekaligus mengeluarkan seluruh magnet dari tubuh pasien. Setelah menjalani perawatan intensif selama delapan hari, remaja tersebut akhirnya diperbolehkan pulang. Dalam laporan medisnya, dokter Binura Lekamalage, Lucinda Duncan-Were, dan Nicola Davis menulis bahwa kasus ini menjadi pengingat bahaya besar yang bisa timbul dari akses bebas anak-anak terhadap produk berisiko di pasar online. “Kasus ini tidak hanya menyoroti bahaya konsumsi magnet, tetapi juga bahaya pasar daring bagi populasi anak-anak kita,” tulis mereka. Selain itu, para ahli juga memperingatkan kemungkinan komplikasi jangka panjang akibat insiden ini, termasuk sumbatan usus, hernia perut, serta nyeri kronis yang dapat muncul di kemudian hari. Menanggapi laporan tersebut, pihak Temu menyampaikan penyesalan dan berjanji akan menyelidiki kasus ini secara menyeluruh. “Kami telah meluncurkan tinjauan internal dan menghubungi penulis artikel New Zealand Medical Journal untuk mendapatkan informasi lebih lanjut,” ujar juru bicara Temu dalam pernyataan resminya. Namun, Temu menyebut belum dapat memastikan apakah magnet yang digunakan anak tersebut benar-benar dibeli melalui platform mereka. “Meskipun demikian, tim kami sedang meninjau daftar produk yang relevan untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap peraturan keselamatan setempat,” tambahnya. Temu, yang merupakan raksasa e-commerce asal Tiongkok, beberapa kali dikritik di pasar internasional, termasuk di Uni Eropa, karena dinilai belum cukup tegas dalam menyaring produk berbahaya atau ilegal yang beredar di platformnya. Kasus ini menegaskan pentingnya pengawasan orang tua terhadap aktivitas belanja dan penggunaan internet oleh anak-anak, sekaligus menjadi peringatan bahwa satu klik di dunia digital bisa berujung pada konsekuensi serius di dunia nyata.