Gratispol Jangan Ulang Dosa Lama

ADVERTORIAL – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menggagas program baru di bidang pendidikan bertajuk Gratispol, yang digadang-gadang menjadi angin segar bagi masyarakat Kaltim untuk mengakses pendidikan tinggi secara lebih luas dan merata. Namun, keberhasilan program ini dipertaruhkan apabila tak mampu menjawab berbagai kelemahan yang pernah menimpa program serupa sebelumnya, seperti Beasiswa Kaltim Tuntas (BKT).
Hal ini disampaikan oleh Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim, Agus Aras, yang menekankan bahwa pelaksanaan Gratispol harus diawali dengan evaluasi menyeluruh terhadap kekurangan program beasiswa sebelumnya. Salah satu catatan paling krusial adalah sisa anggaran Beasiswa Kaltim Tuntas yang mencapai Rp3,5 miliar dan belum tersalurkan secara tepat sasaran.
“Untuk itu, program Gratispol yang tengah dirintis pemerintah provinsi, pelaksanaannya harus belajar dari kelemahan Beasiswa Kaltim Tuntas. Perencanaan matang dan pengawasan ketat sejak awal akan menentukan kesuksesan program tersebut,” ujar Agus saat ditemui di Samarinda usai kegiatan Rapat Paripurna ke-14 tentang penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI), pada Jumat (23/05/2025).
Menurut Agus, fakta bahwa masih ada dana besar yang tersisa tanpa penyaluran jelas patut menjadi perhatian semua pihak, khususnya dalam hal transparansi dan akuntabilitas anggaran pendidikan. Ia menyebut bahwa kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius terhadap efektivitas program yang sejatinya bertujuan mulia.
Ia juga menambahkan bahwa program beasiswa apapun bentuk dan nama barunya tidak boleh lagi menuai keluhan dari mahasiswa maupun orang tua penerima. Kelemahan administrasi, lemahnya pengawasan, serta proses seleksi yang tidak objektif menjadi akar persoalan yang selama ini belum terselesaikan.
“Kita tidak boleh anggap remeh persoalan ini. Sisa anggaran Rp3,5 miliar dalam Beasiswa Kaltim Tuntas bukan jumlah kecil, maka harus ada audit menyeluruh. Jika ditemukan kelebihan bayar atau penerima yang tidak sesuai kriteria, harus dikembalikan. Itu tanggung jawab inspektorat,” tegas politisi yang juga aktif menyuarakan isu pendidikan tersebut.
Agus mengajak seluruh pemangku kepentingan di sektor pendidikan, termasuk perguruan tinggi, dinas pendidikan, serta BPKAD, untuk duduk bersama melakukan pembenahan menyeluruh dalam sistem pengelolaan bantuan pendidikan. Ia menilai, kegagalan masa lalu harus menjadi bahan refleksi dan dasar perubahan kebijakan.
Tak hanya itu, Agus juga menyoroti pentingnya pemanfaatan ulang sisa anggaran yang mengendap, agar tidak menimbulkan beban fiskal dalam laporan keuangan daerah. Menurutnya, dana tersebut harus segera direalokasi atau dimanfaatkan secara strategis untuk mendukung pendidikan vokasi, pelatihan kerja, atau bantuan pendidikan darurat.
“Harapan kami, ke depan tidak ada lagi mahasiswa yang terhambat karena bantuan tak kunjung cair atau karena kebijakan tidak tepat sasaran,” pungkasnya.
Dengan demikian, program Gratispol bukan sekadar simbol kebijakan populis, tetapi menjadi instrumen nyata dalam meningkatkan kualitas dan keadilan akses pendidikan tinggi di Kalimantan Timur. []
Penulis: Selamet
Penyunting: Enggal Triya Amukti