Kaltim Pasca 100 Hari: Konsolidasi Diakui, Eksekusi Ditunggu

ADVERTORIAL — Masa seratus hari pertama kepemimpinan Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Rudy Mas’ud, dan Wakil Gubernur Seno Aji, memasuki periode penilaian awal. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kaltim menegaskan bahwa tonggak waktu ini lebih merupakan fase krusial untuk konsolidasi internal dan pemetaan arah kebijakan ketimbang momen mengejar capaian instan. Meski sejumlah program telah dicanangkan, realisasi yang signifikan di mata publik dinilai masih memerlukan waktu lebih panjang.

Wakil Ketua Komisi I DPRD Kaltim, Agus Suwandi, secara tegas menyatakan bahwa karakteristik seratus hari pertama suatu pemerintahan baru memang bersifat fondasional. “Seratus hari pertama itu adalah masa konsolidasi, pemetaan program, dan penyesuaian birokrasi. Bukan fase untuk mengejar pencapaian cepat,” jelas Agus, menekankan pentingnya kesabaran dalam menilai kinerja awal ini.

Menurut Agus, esensi terpenting pada tahap awal ini adalah membangun landasan kebijakan yang kokoh dan berorientasi jangka panjang. Ia mencontohkan program pendidikan gratis yang digembar-gemborkan pemerintah provinsi sebagai salah satu inisiatif yang patut diapresiasi. Namun, ia mengakui bahwa implementasi nyata dari program tersebut masih membutuhkan proses panjang dan belum sepenuhnya terwujud. “Pendidikan gratis itu bukan program sederhana. Perlu kesiapan sistem, regulasi, dan anggaran. Yang penting, niatnya sudah terlihat dan mulai dirancang secara serius,” tambahnya.

Agus Suwandi menegaskan bahwa penilaian kinerja yang lebih substansial dan terukur sebaiknya baru dilakukan ketika pemerintahan telah memasuki periode sekitar 200 hari kerja. Pada titik itu, diharapkan berbagai program prioritas sudah bergulir dan dampak awalnya mulai dapat dirasakan masyarakat. “Kita tidak bisa terus berada di tataran wacana. Setelah 100 hari, masyarakat menunggu implementasi. Kalau sampai 200 hari belum terlihat pergerakan, saat itu baru kita harus lebih kritis,” katanya, Senin (26/05/2025) di Samarinda.

Lebih jauh, Agus menyoroti hakikat fase transisi yang sedang dijalani. Masa ini, ujarnya, merupakan periode krusial untuk menyelaraskan sistem anggaran yang masih berjalan dan struktur birokrasi yang ada dengan visi serta agenda pembangunan pasangan Rudy-Seno. Proses penyesuaian ini, meski kurang terlihat di permukaan, merupakan pekerjaan rumah yang mendasar. Ia mengingatkan bahwa dampak perbedaan kebijakan yang signifikan baru akan benar-benar terasa menjelang atau pada tahun 2026, ketika rancangan anggaran dan program yang sepenuhnya berasal dari visi pemerintah baru mulai diimplementasikan secara penuh. Meski demikian, Agus menekankan bahwa tuntutan publik untuk melihat langkah konkret tidak boleh diabaikan. “Perbedaan nyata baru akan terasa di tahun 2026. Tapi sejak sekarang, publik tentu ingin melihat langkah nyata. Pemerintah harus membuktikan bahwa rancangan kebijakan bisa dijalankan secara konsisten,” tutupnya.

Sorotan DPRD ini muncul di tengah harapan tinggi masyarakat Kaltim akan perubahan dan percepatan pembangunan pasca pergantian kepemimpinan. Program pendidikan gratis, meski dipandang sebagai langkah progresif, menjadi ujian pertama kemampuan pemerintah dalam menerjemahkan janji menjadi aksi nyata yang terstruktur. Transisi birokrasi dan penyusunan regulasi pendukung menjadi faktor penentu yang perlu dipercepat. Masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya kini mengamati dengan cermat, apakah fondasi yang diletakkan dalam seratus hari pertama ini cukup kuat untuk menopang terwujudnya program-program unggulan, serta kapan dampak riil dari kepemimpinan baru ini akan mulai menyentuh kehidupan sehari-hari warga Kalimantan Timur. Tekanan untuk segera menunjukkan hasil, meski diakui perlu waktu, tetap menjadi realitas yang harus direspons dengan kerja nyata oleh eksekutif.

Penulis: Selamet
Penyunting: Enggal Triya Amukti

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *