Lima Daerah di Kaltim Dianggap Gagal Kelola Sampah, Terancam Sanksi

SAMARINDA — Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalimantan Timur menyoroti serius lemahnya kinerja pengelolaan sampah di sejumlah daerah.

Berdasarkan evaluasi terbaru yang telah dilaporkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia, terdapat lima kabupaten/kota yang dinyatakan masih di bawah standar nasional dan terancam sanksi berat apabila tidak segera melakukan pembenahan.

Kelima daerah tersebut adalah Kota Samarinda, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Berau, Kutai Timur (Kutim), dan Kutai Barat (Kubar). Kelima wilayah ini dinilai masih menerapkan praktik open dumping atau pembuangan sampah terbuka, sebuah metode yang telah dilarang karena berisiko tinggi terhadap pencemaran lingkungan.

“Lima kabupaten/kota itu pengelolaan sampahnya masih di bawah standar. Ini sudah kita laporkan ke KLHK,” tegas Kepala DLH Kaltim, Anwar Sanusi, saat ditemui di Samarinda, Senin (23/6/2025).

Menurut Anwar, sistem open dumping merupakan persoalan pokok yang belum berhasil dituntaskan di lima daerah tersebut. Ia menolak menyebutkan daerah mana yang paling buruk dalam pengelolaan sampah.

“Kelima-limanya sama terburuknya. Tidak perlu kami urutkan. Yang jelas, semua masih perlu pembenahan,” ujarnya.

Kendati demikian, DLH Kaltim mengapresiasi adanya langkah awal yang telah ditempuh beberapa daerah, termasuk Samarinda, dalam beralih ke metode sanitary landfill.

“Samarinda sudah membangun sanitary landfill baru di kawasan Sambutan, bahkan yang lama sudah ditutup secara resmi oleh Pak Menteri. Itu sudah sesuai prosedur dan patut diapresiasi,” ungkap Anwar.

Metode sanitary landfill merupakan cara pengelolaan sampah modern dan ramah lingkungan, di mana sampah ditimbun secara sistematis dengan lapisan tanah untuk mengurangi risiko pencemaran tanah dan air.

Anwar menjelaskan bahwa kelima daerah saat ini baru dikenai sanksi administratif berupa teguran dari pemerintah pusat. Namun, jika dalam waktu dekat tidak ada tindak lanjut konkret, maka sanksi yang lebih berat dapat diterapkan, termasuk pidana dan denda.

“Kalau teguran tidak diindahkan, bisa dikenakan sanksi pidana. Ini sudah pernah terjadi di daerah lain, seperti Tangerang,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa sanksi hukum dapat dikenakan langsung kepada pejabat terkait, termasuk Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan kepala daerah masing-masing.

“Yang bertanggung jawab bisa dikenai pidana. Bisa kepala dinasnya, bisa juga bupati atau wali kota,” tandasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Anwar turut memaparkan perkembangan penilaian kinerja lingkungan daerah di Kaltim berdasarkan kriteria Adipura dan sistem pengkodean warna, yakni emas, hijau, biru, merah, serta zona hitam.

Menurutnya, tahun ini Kaltim mengalami peningkatan dalam sejumlah kategori. Namun, beberapa daerah mengalami penurunan dalam indeks hijau dan biru. Meski jumlah daerah dalam kategori merah masih banyak, namun tidak mengalami penurunan lebih lanjut.

“Alhamdulillah yang merah tidak bertambah. Tapi memang masih banyak,” ujarnya.

Terkait zona hitam, Anwar menyebut kategori ini bersifat tertutup dan tidak diumumkan ke publik.

“Zona hitam adalah yang sudah dikenai sanksi. Mereka tidak mendapatkan bantuan atau perhatian. Jumlahnya ada lima sampai enam daerah,” ucapnya.

DLH Kaltim mendorong semua kabupaten/kota untuk mempercepat perbaikan dalam tata kelola sampah dan lingkungan. Upaya ini dinilai penting, tidak hanya untuk menghindari sanksi, namun juga demi kualitas hidup dan keberlanjutan ekosistem di wilayah Kalimantan Timur. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *