DPRD Soroti Pungutan Jelang Tahun Ajaran Baru

ADVERTORIAL – Mendekati dimulainya tahun ajaran baru 2025/2026, pengawasan terhadap pungutan yang dilakukan oleh sekolah kembali menjadi perhatian serius DPRD Kota Samarinda. Anggota Komisi IV, Ismail Latisi, menyatakan bahwa seluruh sekolah negeri dilarang mewajibkan siswa untuk membeli buku pelajaran sebagai bagian dari proses belajar mengajar. “Tahun ajaran baru 2025/2026, jadi sebetulnya ini sudah ada peringatan bahkan dari Wali Kota, tidak boleh kemudian ada pungutan yang mewajibkan siswa untuk membeli buku,” tegas Ismail saat ditemui di Ruang Fraksi Gedung DPRD Kota Samarinda pada Selasa siang, (24/06/2025).

Menurut Ismail, pelarangan tersebut sejatinya bukan hal baru, sebab Pemerintah Kota melalui Wali Kota telah mengeluarkan imbauan resmi terkait hal ini. Meski demikian, ia mengaku belum bisa memastikan sejauh mana aturan tersebut akan dipatuhi karena proses tahun ajaran baru belum berjalan dan belum ada laporan yang masuk ke pihaknya. “Apakah masih atau belum, ini kita belum tahu, karena ini kita berbicaranya tahun ajaran yang akan datang, karena ini kan baru keluar,” ujarnya.

Lebih lanjut, DPRD berencana melakukan pemantauan intensif ketika kegiatan belajar mengajar (KBM) resmi dimulai, terutama di jenjang sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) negeri yang berada di bawah kewenangan langsung Pemerintah Kota Samarinda. “Terkecuali kemudian sudah masuk tahun pembelajaran 2025/2026 proses KBM-nya, khususnya kemudian tingkat SD, SMP,” jelasnya. “Karena yang di bawah kewenangan pemerintah kota, kan, tingkat SD dan SMP, ya,” tambahnya.

Ismail menegaskan bahwa jika masih ditemukan adanya pungutan, khususnya pada sekolah negeri, maka DPRD akan mengambil langkah cepat dengan memanggil pihak terkait untuk meminta klarifikasi. “Kalau seandainya kemudian ada pungutan, khususnya di sekolah-sekolah negeri, saya garis bawahi khususnya di sekolah-sekolah negeri, karena kita tidak bisa berbicara swasta di sini,” ujarnya. “Kalau seandainya kemudian masih ada pungutan, ini yang kemudian tadi diselesaikan, ini yang kemudian dipanggil, apa alasannya,” tegasnya.

Ia juga menyoroti penggunaan dana operasional yang bersumber dari Bantuan Operasional Sekolah Nasional (BOSNAS) maupun Dana Operasional Sekolah Daerah (BOSDA). Menurutnya, anggaran tersebut seharusnya cukup memenuhi kebutuhan sekolah jika dikelola secara optimal. “Apakah kemudian dana BOSDA, BOSNAS yang sudah diberikan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, kurang,” kata Ismail mempertanyakan efektivitas anggaran yang telah dikucurkan.

Ismail menilai, pelarangan pungutan adalah bagian dari tanggung jawab pemerintah daerah dalam menjamin pendidikan dasar yang inklusif dan bebas biaya. Komitmen ini, katanya, harus dijalankan bersama oleh eksekutif dan legislatif untuk membangun sistem pendidikan yang adil dan berkualitas bagi seluruh anak Samarinda. []

Penulis: Selamet | Penyunting: Enggal Triya Amukti

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *