Hari Musik Sedunia, Kaltim Dorong Perlindungan HKI Karya Seni

SAMARINDA – Peringatan Hari Musik Sedunia di Kalimantan Timur tahun ini tidak sekadar menjadi ajang selebrasi, tetapi juga momentum penting dalam mendorong kesadaran hukum serta pembentukan karakter generasi muda melalui seni. Bertempat di UPTD Taman Budaya Kalimantan Timur, kegiatan yang diselenggarakan pada Kamis (26/6/2025) ini mempertemukan pelaku seni, komunitas budaya, pelajar, dan pemerintah dalam sebuah ruang kolaboratif.
Acara yang berada di bawah koordinasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Timur tersebut dibuka secara resmi oleh Kepala Bidang Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata Kaltim, Awang Khalik. Dalam sambutannya, ia menyoroti pentingnya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai elemen vital dalam menopang industri kreatif berbasis budaya.
“Banyak karya seni yang lahir dari hobi kini bisa bernilai ekonomi tinggi. Pemerintah daerah melalui dinas terkait siap mendampingi proses legalitas karya melalui fasilitasi pendaftaran HKI,” ujar Awang. Ia menambahkan bahwa kuota yang disediakan Dinas Pariwisata Kaltim untuk pendaftaran HKI mencapai 60 karya. Dengan biaya satu pendaftaran sekitar Rp500 ribu, maka setidaknya 120 grup seni atau seniman individu dapat terbantu melalui fasilitasi ini.
Peringatan Hari Musik Sedunia kali ini melibatkan 12 sanggar seni dari berbagai kabupaten/kota se-Kalimantan Timur. Kehadiran para pelajar tingkat SMA turut menambah antusiasme dan semangat dalam mengekspresikan potensi kreatif mereka di bidang seni musik dan pertunjukan.
Plt Kepala UPTD Taman Budaya, Moh. Hardiansyah, yang juga bertindak sebagai ketua panitia, menyampaikan apresiasi atas keterlibatan aktif seluruh komunitas. “Saya berterima kasih kepada seluruh komunitas seni yang berusaha keras mendukung terselenggaranya acara ini,” ucapnya.
Di samping sebagai ruang ekspresi dan perayaan, kegiatan ini juga berfungsi sebagai forum edukasi. Pemerintah melalui Awang Khalik mengingatkan tentang pentingnya memahami batas dalam menggunakan karya seni, khususnya musik dan efek suara yang memiliki hak cipta. Ia menekankan bahwa pelanggaran atas HKI dapat berdampak hukum bagi pelaku seni. “Pemerintah tidak mengambil alih. Kami hanya fasilitator. Setiap kegiatan seni yang digagas pemerintah selalu melibatkan komunitas,” ujar Awang, menegaskan peran kolaboratif antara negara dan pelaku budaya.
Untuk menjaga keberlanjutan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur tengah menyiapkan agenda seni budaya tahun 2026 yang lebih terbuka dan partisipatif. Dalam perencanaan tersebut, prinsip inklusivitas menjadi pijakan utama agar komunitas seni di seluruh penjuru daerah mendapatkan ruang yang adil untuk tampil dan berkembang.
Merespons kritik publik tentang munculnya nama-nama yang terus mendominasi panggung kegiatan seni, Awang memastikan bahwa proses seleksi dilakukan secara terbuka. “Kita buka seluas-luasnya melalui platform Webtoon dan Facebook. Siapa saja bisa tampil, asal berani mendaftar. Keterbukaan ini bagian dari proses pembinaan,” katanya.
Tidak hanya berbicara tentang pementasan, Awang juga menyinggung peran seni dalam pembentukan karakter generasi muda. Ia optimistis bahwa kreativitas pelajar saat ini berkembang selaras dengan perubahan metode pembelajaran yang lebih adaptif dan fleksibel. Namun demikian, ia mengingatkan agar nilai-nilai budaya tetap dijaga dalam proses tersebut. “Anak-anak sekarang punya ide-ide cemerlang. Budaya belajar pun sudah berubah. Asal tidak meninggalkan nilai budaya dan politik, kreativitas mereka harus terus didukung,” pungkas Awang.
Peringatan Hari Musik Sedunia di Taman Budaya Kaltim menjadi bukti bahwa seni tidak hanya menjadi sarana ekspresi, tetapi juga instrumen edukatif yang dapat membentuk ekosistem budaya yang inklusif, legal, dan berdaya saing. Dengan kolaborasi antara pemerintah dan komunitas, Kalimantan Timur terus mendorong agar karya seni lokal mampu bersaing dan diakui di panggung nasional maupun internasional.
Penulis: Nur Quratul Nabila | Penyunting: Enggal Triya Amukti | ADV Diskominfo Kaltim